
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Suara lantang petani dan aktivis memecah kesunyian ruang rapat DPRD Tulungagung, Rabu (14/5/2025). Dalam audiensi terbuka yang digelar Komisi B DPRD, terkuak praktik penyimpangan di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), termasuk dugaan pelanggaran aturan dengan melibatkan pejabat desa, PNS, hingga TNI sebagai pengurus.
Ketua LSM Bimantara, Ali Sodiq, secara tegas menuding aturan main diabaikan. “Perangkat desa, TNI, BPD, dan PNS jelas dilarang jadi pengurus Gapoktan. Tapi nyatanya, mereka yang mendominasi!” ujarnya, disambut riuh peserta audiensi. Ali menolak membuka data lengkap kecuali kepada Aparat Penegak Hukum (APH), sembari mendesak DPRD bertindak.
Tak hanya soal Gapoktan, audiensi ini juga menyoroti persoalan klasik: kelangkaan pupuk bersubsidi dan harga gabah di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Ali menyatakan, petani kerap kesulitan mengakses pupuk, sementara harga gabah hanya Rp5.700/kg—jauh di bawah HPP Rp6.500/kg. “Kalau terus begini, ketahanan pangan kita runtuh!” serunya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Tulungagung, Joko Tri Asmoro, mengaku bakal menindaklanjuti laporan. “Kami minta Dinas Pertanian fokus pada distribusi alat panen dan pengawasan harga gabah. Ini bisa jadi indikasi permainan!” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Drs. Suyanto, M.M., membela diri dengan menyebut penyaluran pupuk sudah sesuai sistem e-RDKK. Bulog Tulungagung juga mengakui adanya “anomali” saat panen raya, tapi menyerukan kolaborasi untuk solusi.
Audiensi ditutup dengan rekomendasi pembentukan Panitia Khusus (Pansus). Namun, petani menanti lebih dari sekadar wacana. “Kami butuh bukti, bukan janji!” ujar seorang petani yang enggan disebut namanya.
Kini, bola ada di pengadilan publik. DPRD, dinas terkait, dan penegak hukum diuji untuk membuktikan keseriusan melindungi petani—pilar utama kedaulatan pangan negeri ini.
Laporan: Pandhu
Editor: Tim Redaksi