
Hendry Dwiyanto, Ketua Laskar Merah Putih Cabang Tulungagung.
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Ketua Laskar Merah Putih (LMP) Cabang
Tulungagung, Hendri Dwiyanto, mengungkapkan dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan parkir yang melibatkan Dinas Perhubungan Kabupaten Tulungagung.
Hal itu, diungkapkan Hendri saat Hearing dengan Komisi A DPRD Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Kamis(23/2/2025).
Ia menyoroti ketidaksesuaian antara Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2023 dan Peraturan Bupati (Perbup) yang belum diterbitkan.
Masih kata Hendri,” Kami menemukan kasus pungli saat mendapati dua titik parkir
yang memungut biaya sebesar Rp3.000 dengan karcis yang sudah distempel Perda. Selain itu, petugas parkir di lokasi tersebut mengaku diwajibkan menyetor Rp40.000 kepada Dinas Perhubungan.”
Usai Hearing, Hendri juga mengungkapkan, ketika saya ingin mengklarifikasi ke Dinas Perhubungan, saya malah mendapat perlakuan kurang menyenangkan di depan resepsionis. Kejadian ini membuat saya kecewa dan memutuskan untuk melaporkannya kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Setelah dilaporkan, kasus ini akhirnya dilimpahkan ke Inspektorat.
“Kami mempertanyakan dasar
hukum setoran Rp40.000 itu. Ini yang harus digarisbawahi,” ujar Hendri.
Ia juga mengungkapkan, dua oknum ASN dari Dinas Perhubungan, termasuk kepala
dinas dan sekretaris, mendatanginya dengan maksud menyelesaikan masalah secara informal dan menawarkan imbalan uang agar laporan dicabut.
“Kami tidak mendidik hal seperti itu. Kami di sini untuk memberikan edukasi, termasuk kepada ASN, agar kesalahan
sistem dibenahi, bukan mencari pembenaran,” tegas Hendri.
Hendri menambahkan, pungli kerap terjadi di tempat-tempat umum seperti kawasan parkir pasar, tempat wisata, dan acara car free day.
“Beberapa warga, termasuk dari Desa
Ketanon, juga mengeluhkan hal serupa. Mereka merasa dirugikan karena harus membayar biaya parkir berkali-kali di lokasi yang berbeda, padahal menggunakan jalur yang sama,” kata Hendri meneruskan keluhan warga yang namanya tidak disebutkan.
Ia juga menyoroti praktik parkir di area car free day yang dikelola oleh petugas parkir resmi dari Dinas Perhubungan. “Tarif yang ditetapkan untuk mobil Rp5.000 dan sepeda motor Rp3.000. Namun, penggunaannya tidak transparan. Apakah uang itu benar-benar kembali kepada masyarakat? Hingga kini, kami belum mendapatkan kejelasan,” tambah Hendri.
Respons dan Harapan LMP
Hendri berharap pemerintah daerah segera mengambil tindakan konkret untuk mengatasi masalah ini. Ia menekankan pentingnya pembuatan notulensi resmi yang ditandatangani oleh pihak eksekutif, legislatif, dan masyarakat sebagai bukti transparan.
“Kami memberikan waktu satu minggu untuk membuat notulensi. Kami juga ingin dilibatkan, dalam prosesnya agar ada arsip yang bisa kami laporkan ke markas besar LMP di Jakarta,” katanya.
Tiga pertanyaan yang ditunggu LMP Tulungagung;
Namun, jawaban dari pihak terkait dinilai memenuhi harapan, termasuk dari Komisi D.
Ketua Komisi D H. Abdullah Ali Munif menilai, apa yang disampaikan oleh LMP tersebut sebagai salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan terhadap lembaga pemerintah dan harus disikapi karena sebagai lembaga eksekutif dan legislatif tugasnya adalah melayani masyarakat.
Sehingga keluhan terkait dengan hal tersebut harus bisa diselesaikan dan bisa ada kesepakatan diantara LMP sebagai kontrol masyarakat dan Dinas Perhubungan serta Inspektorat sebagai eksekutif yang tugasnya untuk mengabdi kepada masyarakat.
Tanggapan Dinas Perhubungan
Menanggapi tudingan dugaan pungli parkir oleh LMP Tulungagung, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tulungagung, Drs.
Johabes Bagus Kuncoro, M.Si., menyatakan, masalah ini telah diselesaikan.
“Kami tidak ingin memperkeruh keadaan. Kejadian ini hanyalah kesalahpahaman, dan kami sudah meminta maaf. Ke depan, kami akan berupaya melakukan perbaikan bersama,” kata Bagus Kuncoro.
Dari sumber lain, diperoleh informasi Bagus Kuncoro, mengatakan, penerapan pembayaran parkir lewat QRIS akan membuat pembayaran parkir langsung masuk ke Bank Jatim. “Jadi tidak ada uang cash yang dibawa oleh petugas jukir (juru parkir),” ujarnya.
Diakui dia, tahun 2024 kemarin, target pendapatan asli daerah (PAD) dari parkir belum terpenuhi. Dari target Rp 1,5 miliar, yang didapat sekitar Rp 800 juta.
“Karena itu, yang kami harapkan ada pembiasaan dalam pembayaran dengan QRIS. Dan kami harapkan pula pada tahun 2025 ini target parkir yang Rp 1,6 miliar dapat tercapai,” paparnya.
Bagus Kuncoro selanjutnya menyebut perlu ada pengawasan bersama dengan masyarakat agar target PAD dari parkir dapat terpenuhi. Terlebih saat ini Dishub Kabupaten Tulungagung juga masih memberlakukan pembayaran parkir konvensional dengan karcis di samping lewat QRIS.
“Kami minta mereka yang menggunakan parkir untuk minta karcis ketika membayar secara cash. Ini yang akan membedakan petugas (jukir) yang benar dan tidak. Kalau yang ada karcisnya tentu petugas yang benar,” harapnya.
Namun, pernyataan Bagus Kuncoro tersebut, tidak menyentuh isu transparansi yang menjadi sorotan utama masyarakat.
Hal ini memunculkan keraguan mengenai efektivitas langkah yang diambil pemerintah daerah dalam menangani kasus pungli karcis ini.
Menuju Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya yang bersumber dari retribusi parkir.
Masyarakat berharap pemerintah daerah dapat menjelaskan penggunaan dana tersebut secara rinci dan memastikan pengelolaannya sesuai aturan.
Sementara itu, LMP terus mendesak agar pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memberantas pungli, demi menciptakan pelayanan publik yang bersih dan berintegritas.
Harapan besar masyarakat kini tertuju pada langkah nyata dari pemerintah daerah dan DPRD Tulungagung untuk menyelesaikan polemik ini.