Laporan Kerusakan Hutan, Disrepon KPH Blitar dengan Hearing bersama Pegiat Lingkungan, Mahasiswa dan Jurnalis


BLITAR (HARIAN-NEWS.COM)- Prihatin atas kondisi Lahan Kawasan Hutan Produksi yang sudah terjamah oleh para pelaku pelanggaran. Kini saatnya dikembalikan fungsinya sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan kelangsungan hajat hidup orang banyak yaitu bangsa dan negara.
Dengan adanya hasil temuan pegiat lingkungan hidup terkait permasalahan kawasan hutan produksi, akhirnya dilakukan hearing dengan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) yang bertempat di Gedung Aula KPH Blitar. Jumat (26/06/2020).
Telah hadir dipertemuan yaitu Yayasan Cipta Abisatya (Pecinta Lingkungan) Aktivis Mahasiswa, Praktisi Hukum serta beberapa media yang tergabung dalam Persahabatan Insan Jurnalis Nusantara Blitar. Untuk Perum Perhutani KPH Blitar diwakili oleh Sarman Waka Administratur didampingi Agung Budiyono selaku bagian Humas yang sekaligus membuka agenda hearing tersebut..
Pertanyaan dari ketua Pecinta Lingkungan, Agus Budi Sulistyo yang sebelum datang ke pertemuan, juga sudah melayangkan surat ke KPH Blitar, adalah terkait perusakan hutan di petak 69 dan 73 RPH Gondanglegi yang dilakukan oleh warga serta pengalihan fungsi lahan di kawasan hutan produksi dan sharing hasil tebu.
Sarman waka Adm KPH Blitar memaparkan atas pertanyaan yang disampaikan pegiat lingkungan bahwa, proses hukum tentang pencurian kayu jati sampai saat ini masih terus berlanjut. Namun sayangnya sampai saat ini oknum yang diduga melakukan pengrusakan dan pencurian kayu jati diwilayah RPH Gondanglegi melarikan diri, dan sampai saat ini pihak aparat penegak hukum terus melakukan pengejaran.
Menurutnya, Polsek masih bisa menjerat atau mencari atau menangkap orang yang dimungkinkan bisa menjadi tersangka kalau tidak salah namanya MJN alias Gimbal. Dan itu yang bersangkutan sampai dengan hari ini masih lari, informasi terakhir dari pak kanit (Kanit Reskrim-red) lari, ini yang pertama.
Yang kedua pada saat ramai ramai kita mau melaksanakan pembongkaran kami juga melaksanakan kegiatan dengan teman -teman Polhut sudah kami kerahkan kelapangan.
“Pada waktu itu dengan Polsek ada wartawan dari Polres memberitakan kepada kami untuk berkordinasi dengan Polres akhirnya pembongkaran tidak jadi pada waktu itu sehingga kami harus melobi ke Polres, dari Polres sempat menegur kami, itu kalau ada apa- apa kemampuan perhutani berapa orang Polsek berapa orang akhirnya kami kordinasi ke Polres, rencana pembongkaran itu. Terakhir terkait dengan pandemi hingga belum bisa dilaksanakan, “ terang Sarman.
Permasalahan alih fungsi hutan pun Sarman menerangkan, sebetulnya memang kita sudah berupaya areal tersebut bagaimana caranya yang namanya kawasan hutan negara itu memang harus ada hutannya, dan ini sudah kami alami tahun 2018 kami coba bagaimana tanaman kehutanan bisa tumbuh bersamaan dengan tebu yang ada di lapangan.
Karena disatu sisi memang ada Permen 81 terkait dengan ketahanan pangan swasembada hutan nasional. Yang kedua ada Permen LHK nomor 83 tentang perhutanan sosial. Yang sudah kami uji coba duduk bersamaan antara tebu dan tanaman kehutanan di Rejoso yang ada tanaman tebu 10 meter ada tanaman sengon, itu cara kita kerjasamakan dengan LMDH dan ini sudah berjalan.
Dia meneruskan, nanti kedepannya semua akan seperti itu.Diperaturan Permen 83 itu harus ada tanaman kehutanan 51 % tanaman tebu 49 %, nah yang terjadi dilapangan memang seperti itu.
“Tidak tahu dulu setelah reformasi seperti itu sehingga dibelakang ini cukup menguras tenaga untuk mengedukasi masyarakat bagaimana tanaman tebu ini bisa berkurang disatu sisi tanaman kehutanan bisa tumbuh bersamaan dengan tanaman yang ada di lapangan,” katanya.
Sementara itu, terkait sharing hasil tebu yang dipermasalahkan, Sarman menjelaskan, tahun 2019 memang ada kompensasi sharing tebu hanya Rp 80 juta karena memang tidak semua bisa kita PKS kan.
“Soalnya tahun ini bisa kita maksimalkan untuk ber PKS melakukan perjanjian kerjasam antara perum Perhutani dengan LMDH dan dengan PT.RMI diupayakan nanti dengan PDPT yang menerima tebu dari kawasan hutan negara ini disatu sisi nanti akan dikenakan kompensasi sharing dan tentunya juga dikenakan PNBP itu yang diwajibkan.
Dan selanjutnya, juga ada kewajiban bagaimana tanaman tebu dikawasan selatan ini kedepannya bisa tumbuh baik bersamaan dengan tanaman kehutan yang tadi diawal kamin sampaikan 51 % itu tadi,” jelasnya.
Sementara itu Agus Budi Sulistyo menyikapi jawaban Waka Administratur KPH Blitar, memberikan tanggapan berbeda, sharing dana hasil tebu yang selama ini sudah berjalan, nilainya sangat besar.
“ Yang kami tahu penarikan sharing itu dilapangan sangat besar, ada yang melalui KRPH dan itu dikumpulkan dan diberikan ke KPH ada 10 % untuk biaya orang yang menarik sharing. Ini yang perlu kita pertanyakan mereka berani melalui PKS, perjanjian kerjasama ini bisa diperbaharui setiap tahun,” ungkap Agus.
Tanggapan serius juga disampaikan Suhadi, SH Praktisi Hukum di Blitar menanggapi persoalan yang disampaikan pada hearing ini terkait alasan Perhutani untuk menggarap hutan dasar hukumnya UU 41 tahun 1999 seperti yang disampaikan Yasman Kasi PPB.
Menurutnya, di Pulau Jawa ini seperti yang tertera di PP 72 tahun 2010 adalah hak pengelolaan yang jangka waktunya tidak ada ketentuan selama Perum Perhutani itu tidak dibubarkan.
Masih kata Suhadi, kalau Perhutani dalam penggarapanya itu hak pengelola maka itu ada tanggung jawabnya karena tanah dalam UU Pokok Agraria secara filosof nya adalah fungsi sosial artinya manfaatnya harus kepada masyarakat luas.
“KPH seharusnya dalam pengelolaanya mempunyai mekanisme internal, kontrol , pengawasan sehingga dalam mengatasi permasalahan bisa diselesaikan dengan cepat dan tidak mengambang,”
Sedangkan dari perwakilan mahasiswa menegaskan, bila hak pengelolaan itu tidak bisa dilakukan oleh KPH maka kembalikan saja pada negara.
Dalam penutup hearing ini Sarman juga berharap agar pertemuan seperti ini bisa berkelanjutan agar terjalin komunikasi yang baik untuk kebaikan bersama.
“Harapan saya pertemuan semacam ini bisa kita tindak lanjuti kembali agar terjalin komunikasi langsung dalam penyampaian permasalahan yang ada di KPH Blitar,” pungkasnya (Pra/red).