
BLITAR, Harian-News.com – Keluhan warga terdampak tambang pasir di sekitar aliran Kaliputih mulai mendapat perhatian serius. Komisi III DPRD Kabupaten Blitar menggelar hearing bersama petani pengguna air Kaliputih yang tergabung dalam kelompok tani dari wilayah Kecamatan Garum, Gandusari, Talun, dan Kanigoro, Jumat (20/6).
Hearing digelar di ruang rapat DPRD dan dihadiri oleh perwakilan Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Dinas PTSP, para camat dan kepala desa setempat, serta Direktur CV BSE—perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan tersebut.
Dalam forum tersebut, perwakilan warga, Pujianto, menyuarakan keresahan masyarakat atas dampak penambangan yang dianggap merugikan. Ia menyoroti pencemaran air, rusaknya lahan pertanian, hingga keretakan rumah warga yang diduga akibat aktivitas tambang.
“Air jadi keruh, sawah kami rusak, dan beberapa rumah retak. Kami minta tambang dihentikan,” ujar Pujianto.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Aryo Nugroho, mengakui aktivitas tambang tersebut memang mengantongi izin resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Namun, ia menegaskan bahwa DPRD tetap akan menyampaikan aspirasi masyarakat.
“Tambangnya legal, tapi dampaknya nyata. Debit air turun, kualitas air memburuk, dan warga dirugikan. Kami akan kirimkan rekomendasi ke provinsi agar izin ini ditinjau ulang,” tegas Aryo.
Ia menambahkan, evaluasi izin tetap dimungkinkan jika ada bukti kuat mengenai kerugian yang dialami warga.
Senada, anggota Komisi III lainnya, Muhammad Andika Agus Setiawan, menyoroti perlunya penataan ulang terhadap aktivitas penambangan, sembari mengakui dilema antara kebutuhan pendapatan asli daerah (PAD) dan perlindungan lingkungan.
“Memang ada kontribusi PAD dari tambang legal. Tapi dampaknya juga nyata. Ini harus direspons dengan solusi konkret,” jelasnya.
Andika menyebut, salah satu langkah yang ditawarkan adalah pembangunan kolam endapan lumpur di setiap titik galian, agar air yang keluar dari lokasi tambang tidak mencemari sungai atau lahan pertanian.
“Penambang juga harus ikut menertibkan aktivitas ilegal di hulu. Karena kerusakan ini tidak semata-mata ulah tambang legal,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur CV BSE, Aditya Putra Mahardika, menyatakan pihaknya siap bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan.
“Kami akan bangun kolam endapan dan memperbaiki rumah warga jika memang terbukti akibat kegiatan kami,” ujarnya.
Hearing ini menjadi langkah awal menuju solusi yang adil bagi warga dan dunia usaha, sembari menegaskan pentingnya keberpihakan pada keselamatan lingkungan dan petani sebagai pihak paling terdampak.