
SMPN 1 Boyolangu: Siswa Disiplin, Literasi, Etika Digital (foto by Pandhu).
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Di tengah derasnya arus digital, dunia pendidikan dihadapkan pada dua wajah: peluang inovasi yang memukau sekaligus tantangan yang menuntut kewaspadaan. Dari media sosial, game online, hingga konten hiburan yang menggoda, semuanya seolah berpacu memperebutkan perhatian remaja di usia sekolah.
Namun, di SMPN 1 Boyolangu, arus deras itu tidak dihindari—melainkan dihadapi dengan disiplin, literasi, dan etika digital. “Kami membangun keseimbangan antara kebebasan belajar dan tanggung jawab digital,” tegas Kepala Sekolah Adi Sutignyo, S.Pd.
Disiplin yang Berakar pada Pembiasaan
Bagi SMPN 1 Boyolangu, disiplin bukan sekadar aturan, tapi budaya yang dihidupi setiap hari. Guru wali menjadi garda depan pengawasan dengan memantau perilaku siswa melalui jurnal tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat. Bila ditemukan pelanggaran, guru BK turun tangan untuk pembinaan.
Selain itu, setiap pagi siswa dibiasakan membaca artikel digital dalam kegiatan literasi yang berpadu dengan sholat dhuha, senam sehat, dan baca tulis Al-Qur’an. “Kegiatan ini melatih fokus sekaligus menumbuhkan karakter literat,” ujar Adi.
Meski sarana belum ideal—smartboard hanya tersedia satu unit untuk 32 rombel—semangat inovasi tak surut. “Keterbatasan bukan penghalang, tapi pemacu kreativitas,” imbuhnya.
Guru Melawan Distraksi Digital
Fenomena digital gap antara guru dan siswa menjadi perhatian serius. Banyak guru mengaku kalah cepat beradaptasi dengan teknologi. Untuk itu, sekolah membuat regulasi ketat: di hari-hari tertentu guru dilarang membawa HP kecuali untuk keperluan belajar mengajar.
Guru Teknologi Informasi menjadi ujung tombak transformasi digital di tengah keterbatasan sarana. “Kami belajar bersama anak-anak, saling melengkapi,” tutur Adi penuh semangat.
Etika Digital dan Antisipasi Cyberbullying
Lebih dari sekadar penguasaan teknologi, SMPN 1 Boyolangu menekankan pentingnya adab digital. Kolaborasi antara guru wali, wali kelas, dan guru BK dibangun untuk menanamkan kesadaran bahwa etika di dunia maya sama pentingnya dengan sopan santun di dunia nyata.
Akses WiFi sekolah dibatasi, sementara guru aktif memberi edukasi tentang bahaya cyberbullying dan konten negatif. “Anak-anak harus punya filter. Tidak semua yang ada di YouTube dan Google itu sehat,” pesan Adi tegas.
Dari Evaluasi Daring hingga Pemanfaatan AI
Dalam evaluasi belajar, sekolah mulai menerapkan ulangan berbasis daring. Siswa mengerjakan soal lewat ponsel karena laboratorium komputer masih terbatas. Sistem ini dinilai efektif sekaligus menuntut kedisiplinan tinggi.
Menariknya, teknologi Artificial Intelligence (AI) juga mulai dikenalkan dalam pembelajaran. Meski baru sebagian kecil siswa yang memanfaatkannya, pihak sekolah melihatnya sebagai peluang. “AI bisa menjadi kawan belajar yang cerdas, asalkan ada kendali dan arahan,” jelas Adi.
Menjadikan Tantangan Sebagai Peluang
Dengan kombinasi disiplin, literasi, dan etika digital, SMPN 1 Boyolangu berupaya menjadikan tantangan teknologi sebagai peluang pendidikan. Sekolah ini tidak hanya mendidik anak menjadi cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter kuat dan tangguh menghadapi dunia digital.
“Teknologi tak bisa dihindari, tapi bisa diarahkan. Di tangan generasi beretika, digitalisasi menjadi berkah, bukan bencana,” pungkas Adi Sutignyo.
Jurnalis: Pandhu
Editor Tanu Metir