

TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Malam di Ngunut, Sabtu (1/11/2025), berubah menjadi panggung besar kebudayaan dan ekonomi rakyat. Ribuan warga memadati kawasan Pasar Ngunut untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit lakon Kresna Duta dalam rangka Hari Jadi Tulungagung ke-820.
Di bawah langit yang sesekali diselimuti gerimis, denyut tradisi, ekonomi UMKM, serta kebersamaan masyarakat berbaur tanpa sekat. Reog Kendang dan tari Bajidor Kahot membuka acara, sementara deretan stan UMKM menampilkan batik, jajanan tradisional, hingga kerajinan kayu—semuanya disambut antusias warga.

Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo hadir menyapa langsung para pelaku UMKM dan masyarakat. Didampingi Camat Ngunut Sutrisno dan jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, ia meninjau satu per satu stan, berbincang santai, dan menyerap aspirasi pelaku ekonomi lokal.
“Hari jadi bukan sekadar peringatan sejarah, tapi momentum menjaga persatuan dan harmoni budaya. Wayang adalah cerminan kebijaksanaan hidup,” ujar Bupati Sunu, yang dikenal sebagai pecinta seni tradisi.
Menurutnya, Pemkab Tulungagung akan terus mendorong pelestarian seni rakyat. Gelaran serupa rencananya akan digelar di empat kecamatan lain, dan berpuncak di Pendopo Kabupaten pada 20 November 2025.
Simbol dimulainya pertunjukan ditandai penyerahan wayang Kresna kepada dalang Ki Eko Prisdianto, didampingi Ki Jabang Rahmadhan. Suasana semakin hidup saat Gareng Jajak dan Lusi Brahman tampil sebagai bintang tamu, menghadirkan perpaduan humor, kritik sosial, dan filosofi hidup yang membuat penonton bertahan hingga dini hari.
Tak hanya panggung budaya, acara ini juga menjadi ruang berbagi. Santunan untuk anak yatim dan kaum duafa turut disalurkan, menegaskan nilai sosial yang menyertai kemeriahan budaya.
Camat Ngunut Sutrisno menyebut gelaran ini sebagai wujud nyata kekompakan warga.
“Pelaku UMKM, seniman, hingga anak muda semua terlibat. Inilah kebersamaan yang menjadi kekuatan Ngunut,” ujarnya.

Di sisi lain, Call Free Night di sepanjang Jalan Adil Ngunut menggantikan car free day mingguan. Warga mengapresiasi langkah ini karena menghidupkan ekonomi malam dan memberi ruang bagi pedagang kecil.
“Pemilihan Pasar Ngunut sangat tepat. Selain meriah, acara ini menggerakkan ekonomi rakyat,” tambah Sutrisno, sembari menekankan pentingnya peran Lembaga Adat Desa dalam pelestarian budaya.
Meski hujan sempat turun, warga tetap bertahan hingga lakon usai—membuktikan kecintaan mendalam masyarakat terhadap budaya leluhur.
Malam itu, Ngunut tak sekadar menjadi lokasi gelaran seni, tetapi panggung kesadaran kolektif untuk merawat jati diri Tulungagung: guyub, berdaya, dan berbudaya.
Jurnalis: Pandhu
Editor: Arief Gringsing
Jangan Tampilkan Lagi
Ya, Saya Mau !