
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Pagi yang biasanya hening di halaman Kantor Bupati Tulungagung, Selasa (2/9/2025), seolah berubah menjadi panggung konsolidasi kebangsaan. Ratusan orang dari berbagai kalangan berbaris rapi dalam Apel Kebangsaan bertajuk “Jaga NKRI, Jogo Tulungagung.”Di antara barisan itu hadir unsur Forkopimda, pejabat daerah, pimpinan ormas, perguruan pencak silat, komunitas ojek online, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat.
Panggung besar di halaman kantor bupati seakan menjadi pusat denyut komitmen bersama.
Dari sanalah, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo melantangkan pesan tegas: “Tulungagung harus tetap kondusif, anarkisme harus ditolak.”
Belajar dari Kediri–Blitar
Nada pidato Sunu mengalun tegas, menyiratkan keteguhan. Ia mengingatkan publik akan kerusuhan yang baru saja mengguncang Kediri dan Blitar. Aksi protes yang berujung pada perusakan fasilitas umum dinilai tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga melumpuhkan pelayanan publik, mengganggu ekonomi warga, dan merampas rasa aman masyarakat.
“Yang kita tolak bukan aspirasi. Yang kita tolak adalah perusakan, provokasi, dan kekerasan,” tegas Sunu, seakan menancapkan garis batas antara demokrasi yang sehat dengan anarkisme yang merusak.
Konsolidasi Politik–Sosial
Namun, apel kebangsaan ini bukan sekadar seremoni. Kehadiran tokoh ormas dan perguruan pencak silat memperlihatkan upaya nyata pemerintah daerah dalam merangkul seluruh elemen sosial. Di Tulungagung, kelompok pencak silat dan organisasi massa memiliki basis kuat, sekaligus rawan gesekan.
Dengan menyatukan mereka dalam forum resmi, pemerintah berusaha memastikan semua kekuatan berada dalam kendali yang sama: menjaga kondusifitas daerah. Konsolidasi semacam ini kian penting, terlebih ketika isu kerusuhan mudah menyebar cepat lewat media sosial.
Hak Demokrasi vs Stabilitas
Bupati Sunu menegaskan, pemerintah tetap menghormati hak warga menyampaikan pendapat. Namun, kebebasan itu tidak boleh menenggelamkan stabilitas. Ia menekankan, stabilitas sosial adalah benteng utama, meski harus menyeimbangkan tali antara kebebasan dan ketertiban.
Persatuan sebagai Benteng
Apel kebangsaan ditutup dengan ajakan Bupati agar seluruh pihak merapatkan barisan. “Menjaga daerah ini bukan hanya tugas aparat, tapi tanggung jawab kita bersama. Dengan bergandengan tangan, kita pastikan Tulungagung tetap teduh, aman, dan rukun,” serunya.
Yel-yel “Jaga Indonesia, Jogo Tulungagung” pun menggema, mengiringi komitmen kolektif.
Tulungagung seakan berbicara lantang kepada warganya: “Aku ingin teduh, jangan biarkan bara kerusuhan singgah di tubuhku.”
Apel kebangsaan ini menjadi bukti bahwa seluruh kekuatan sosial-politik Tulungagung telah dirangkul, diarahkan, dan dikokohkan menuju satu tujuan: kondusifitas daerah di atas segalanya.
Jurnalis: Pandhu
Editor: HARIAN-NEWS.com