Editorial
HARIAN- NEWS.com – Dalam era informasi yang serba cepat ini, peran jurnalis sangatlah krusial. Mereka adalah penjaga gerbang informasi yang bertanggung jawab menyampaikan berita yang akurat dan berimbang kepada masyarakat.
Miris rasanya menyaksikan kinerja pekerja pers yang mulai lepas kontrol dengan bergaya ala “koboy” hantam sana hantam sini, tembak sana tembak sini, ancam sana ancam sini, tuduh sana- tuduh sini sepihak tanpa memberi ruang keberimbangan, ngeri deh.
Kami sadar diri, walaupun belum bisa ideal mentaati aturan yang berlaku, setidaknya kita mempunyai tekat untuk menjaga marwah pekerja pers.
Mari kawan-kawan pekerja pers kita bekerja secara professional sehingga karya jurnalistik kita mendapatkan tempat di hati ssetiap insan masyarakat.
Sementara kerja pers itu, kerja jurnalistik itu kita sepakati yakni ada empat syarat demi tercapainya kinerja yang diharapkan ; pentingnya kebebasan, hubungan yang mengikat antara pekerja pers (wartawan/jurnalis) dengan profesi jurnalis, memiliki keahlian dan memiliki tanggungjawab pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Indonesia.
Namun, tidak jarang kita temui praktik jurnalistik yang menyimpang dari prinsip-prinsip dasar etika, termasuk yang diatur dalam fikih jurnalistik.
Fikih jurnalistik adalah panduan etika yang menggabungkan prinsip-prinsip syariah dengan praktik jurnalistik.
Dalam Islam, kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab adalah nilai-nilai utama yang harus dipegang teguh oleh setiap jurnalis. Sayangnya, banyak jurnalis yang mengabaikan prinsip-prinsip ini demi sensasi atau keuntungan pribadi.
Pelanggaran Etika Jurnalistik
Berita Bohong dan Fitnah: Menyebarkan informasi yang tidak benar atau memfitnah seseorang adalah pelanggaran serius dalam fikih jurnalistik. Hal ini tidak hanya merusak reputasi individu, tetapi juga menyesatkan publik.
Tidak Berimbang: Berita yang tidak berimbang, yang hanya menampilkan satu sisi cerita tanpa memberikan ruang bagi pihak lain untuk memberikan klarifikasi, adalah bentuk ketidakadilan.
Penyalahgunaan Profesi: Menerima suap atau hadiah untuk menulis berita tertentu adalah tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip kejujuran.
Sikap Arogan dan Intimidatif: Ada juga model jurnalis yang bertindak seolah-olah mereka adalah penyidik, marah-marah, dan menakut-nakuti narasumber.
Mereka sering kali menyajikan berita yang sepihak dan tidak berimbang. Sikap ini tidak hanya melanggar etika jurnalistik, tetapi juga merusak hubungan antara media dan masyarakat.
Dampak Negatif
Pelanggaran-pelanggaran ini tidak hanya merusak kredibilitas jurnalis dan media tempat mereka bekerja, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap media secara umum.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengancam demokrasi dan stabilitas sosial.
Pentingnya Kembali ke Fikih Jurnalistik
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi jurnalis untuk kembali kepada prinsip-prinsip fikih jurnalistik.
Mereka harus selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, dan tidak mencampurkan fakta dengan opini yang menghakimi.
Selain itu, jurnalis harus menghormati hak narasumber dan tidak menyalahgunakan profesi mereka.
Sebagai penjaga gerbang informasi, jurnalis memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan berita yang akurat dan berimbang.
Dengan mematuhi prinsip-prinsip fikih jurnalistik, mereka tidak hanya menjalankan tugas mereka dengan baik, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih adil dan berinformasi.