
Widodo Prasetyo, SP., M.MA., Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Tulungagung Periode 2024-2029.
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Perlindungan anak kembali menjadi sorotan serius di Kabupaten Tulungagung. Komisi B DPRD Tulungagung kini tengah menginisiasi revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Perlindungan Anak. Aturan yang sudah berjalan delapan tahun itu dinilai belum mampu menjawab kompleksitas kasus pelanggaran hak anak yang justru terus meningkat.
Ketua Komisi B DPRD Tulungagung, Widodo Prasetyo, S.P., MMA., menegaskan bahwa revisi perda ini merupakan kebutuhan mendesak. “Perlindungan anak ini penting karena menyangkut generasi masa depan. Ranperda harus dikawal agar tidak berhenti di atas kertas, tetapi benar-benar memberi perlindungan khusus yang efektif,” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Perda Lama yang Mandek di Lapangan
Perda No. 23/2017 sejatinya mengatur perlindungan hak-hak dasar anak. Namun, implementasinya di lapangan dinilai masih lemah. Alih-alih menekan angka kekerasan, catatan lembaga perlindungan anak menunjukkan tren kasus justru meningkat dalam lima tahun terakhir—mulai dari kekerasan fisik, perundungan, hingga eksploitasi ekonomi.
Menyikapi hal itu, Widodo memastikan Ranperda baru akan dipertegas dengan instrumen hukum yang lebih ketat dan mekanisme pengawasan yang jelas. “Kasus yang terjadi sebelumnya tidak boleh terulang. Perda harus ditegakkan dengan konsekuensi hukum yang tegas,” katanya.
Koordinasi Lintas Sektor: Dari Retorika ke Aksi Nyata
Lemahnya koordinasi antarinstansi selama ini menjadi sorotan publik. Program perlindungan anak sering berhenti pada jargon dan seremonial semata. Menjawab kritik tersebut, Widodo menekankan bahwa Ranperda baru akan melibatkan seluruh stakeholder. “Kami akan menggelar audiensi dengan semua pihak terkait. Perlindungan anak tidak boleh hanya formalitas,” tegasnya.
Namun, publik menanti bukti: apakah koordinasi ini akan berjalan substantif atau kembali mandek di ruang rapat?
Indikator Keberhasilan: Angka atau Perlindungan Nyata?
Komisi B menargetkan penurunan angka kasus pelanggaran hak anak sebagai indikator utama. Tetapi pertanyaan yang muncul, apakah keberhasilan hanya diukur dari statistik? Ataukah juga mencakup kualitas perlindungan anak di ruang nyata?
“Generasi mendatang harus tumbuh kembang secara optimal tanpa rasa khawatir,” ujar Widodo.
Meski demikian, publik masih menunggu kejelasan mekanisme pengawasan, jalur pelaporan, serta pihak yang bertanggung jawab.
Persoalan Anggaran: Ujian Komitmen Dewan
Kendala klasik yang kerap muncul adalah minimnya alokasi anggaran. Program perlindungan anak seringkali tersisih oleh proyek infrastruktur yang lebih populer secara politik.
Sebagai bagian dari badan anggaran, Widodo menegaskan komitmen Komisi B untuk mengawal pembiayaan secara serius. “Kami siap mendorong penganggaran bersama mitra terkait. Perlindungan anak harus dijalankan dengan kesungguhan, termasuk soal anggarannya,” katanya.
Tetapi publik tentu masih mencatat: janji politik soal anggaran kerap berbeda dengan realisasi. DPRD dan Pemkab akan diuji saat pembahasan APBD, apakah isu perlindungan anak benar-benar diprioritaskan atau kembali tersisih.
Momentum Ujian bagi DPRD Tulungagung
Revisi Perda Perlindungan Anak bisa menjadi momentum penting bagi DPRD Tulungagung untuk membuktikan komitmen. Bila dijalankan serius, regulasi ini berpotensi memperkuat sistem perlindungan anak dan menciptakan lingkungan aman bagi generasi penerus.
Namun, bila hanya berhenti sebagai dokumen, publik akan kembali kecewa. Kini bola ada di tangan Komisi B DPRD Tulungagung. Masyarakat menunggu, apakah revisi perda ini benar-benar menjadi wujud komitmen melindungi anak-anak, atau sekadar modal politik di panggung dewan.
Jurnalis: Pandhu
Editor Tanu Metir