


TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Pelantikan Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Tulungagung Masa Bhakti 2025–2030, Senin (1/12/2025) di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso, semestinya menjadi ajang konsolidasi dan penyamaan langkah. Namun, pernyataan Ketua PPDI terpilih, Abdul Fattah, justru membuka kembali persoalan klasik: regulasi perangkat desa sudah lengkap, tetapi pelaksanaannya masih jauh dari ideal.
Fattah menegaskan bahwa berbagai aturan mengenai kesejahteraan perangkat desa—mulai Perda, Permendagri hingga Undang-Undang Desa—sebenarnya sudah memadai. Yang menjadi persoalan utama adalah keseriusan pemerintah daerah dalam menjalankan amanat regulasi tersebut.

Jaminan Sosial Terbatas, Pensiun Baru 2028
Salah satu isu paling krusial adalah pemenuhan jaminan sosial. Hingga kini, perangkat desa baru mendapatkan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), sementara Jaminan Pensiun (JP) belum direalisasikan.
“Insya Allah tahun 2028 baru terealisasi,” ujar Fattah.
Pernyataan ini menjadi pengakuan eksplisit bahwa masih dibutuhkan tiga tahun lagi untuk memenuhi hak dasar perangkat desa secara penuh.
Gaji Perangkat Desa Masih Kalah dari Buruh Pabrik
Di hadapan peserta pelantikan, Fattah juga menyinggung persoalan kesenjangan gaji. Ia menyebut terdapat perangkat desa yang menerima gaji sekitar Rp2,1 juta, sementara buruh pabrik di Tulungagung bisa mencapai Rp2,4 juta.
“Ini tidak masuk akal. Padahal aturan menyebut gaji minimal setara golongan 2A,” tegasnya.
Menurutnya, tambahan penghasilan untuk desa tanpa tanah bengkok yang hanya sekitar Rp700.000 per orang belum cukup menjawab akar persoalan kesejahteraan.
Disiplin: PPDI Tegas tetapi Minta Keadilan
Soal disiplin perangkat desa, Fattah menyampaikan sikap tegas: PPDI tidak akan melakukan pembelaan jika ada anggota yang terbukti indisipliner.
“Kalau salah ya kami lepaskan. Tapi kami minta tidak ada diskriminasi. Kami ingin kepastian hukum, bukan perlakuan pilih kasih,” ujarnya.
Hal ini sekaligus menggarisbawahi problem laten: pembinaan perangkat desa masih belum konsisten dan sering kali menghasilkan perlakuan berbeda antarwilayah.
Konsolidasi Rutin dan Tantangan Digitalisasi
PPDI berkomitmen melakukan konsolidasi rutin di seluruh kecamatan setiap bulan untuk memastikan informasi program, hak, dan kewajiban perangkat desa tersampaikan secara menyeluruh. Namun, mudah ditebak bahwa janji seperti ini telah berulang setiap periode.
Di tengah tuntutan digitalisasi administrasi desa, Fattah mengakui kapasitas perangkat masih timpang. Perangkat generasi muda cenderung adaptif, tetapi sebagian perangkat senior masih menghadapi kendala literasi digital.
Karena itu, PPDI masih akan menggandeng Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk pelatihan dan peningkatan kemampuan teknologi. Meski demikian, Fattah menilai pelatihan saja tidak cukup jika tidak dibarengi evaluasi yang terukur dan berkelanjutan.
Janji Perubahan vs Realitas Perangkat Desa
Pelantikan ini menjadi potret kontras antara harapan dan kenyataan. Retorika tegas Fattah memang memberi angin segar, tetapi tantangan PPDI lima tahun ke depan tetap besar: mampukah organisasi ini benar-benar mengubah nasib perangkat desa, atau justru kembali terjebak dalam siklus lama—banyak agenda, minim realisasi?
Jurnalis: Pandhu
Editor: Arief Gringsing
Jangan Tampilkan Lagi
Ya, Saya Mau !