
Oleh: *Imam Mawardi Ridlwan
HARIAN- NEWS.com – Di tengah semangat nasional untuk memperbaiki gizi anak-anak Indonesia, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi harapan baru. Namun harapan itu tak cukup hanya dengan niat baik. Ia harus diwujudkan dalam sajian yang benar-benar bergizi, menarik, dan layak dikonsumsi oleh anak-anak sekolah. Jika tidak, program ini hanya akan menjadi formalitas tanpa makna. Program gagal dengan anggaran triliunan rupiah.
Sorotan Publik: Menu Minimalis yang Viral
Hingga pekan ketiga September 2025, media sosial dipenuhi kritik tajam terhadap sajian MBG yang dianggap terlalu minimalis. Tidak sesuai dengan anggaran yang diberikan oleh pemerintah. Para netizen bertanya: Bagaimana mungkin gizi anak-anak bisa meningkat jika menu yang disajikan sangat kurang layak? Bahkan banyak pihak mengeluh karena minimalis.
Pertanyaan ini bukan sekadar keluhan, melainkan panggilan nurani bagi para pelaksana program untuk berbenah. Wajib berbenah. Berikan hak anak secara penuh, secara utuh jangan dikorupsi dengan berbagai modus.
Telur Rebus Berkulit: Simbol Ketidakpekaan?
Pada hari ketiga pelaksanaan MBG di dapur SPPG Kedungwaru, Tulungagung (9/1/2025), menu yang direncanakan untuk disajikan adalah telur rebus berkulit. Saat itu saya menyampaikan nasihat sederhana, “Mohon untuk dikupas dan diberi bumbu. Sebaiknya tidak hanya direbus dan berkulit. Walau itu diperbolehkan oleh pihak BGN.”
Ahli gizi dan relawan pun segera bergerak. Telur dikupas, bumbu disiapkan. Perubahan ini memerlukan waktu, tapi harus dijalankan demi menjaga kualitas sajian. Sebab jika lauk hanya berupa telur rebus berkulit, anak-anak bisa jadi enggan menyentuhnya, bahkan menjadikannya mainan.
Menu Bergizi Harus Menarik dan Efisien
Kasatpel dan ahli gizi SPPG memiliki tanggung jawab besar: menyajikan makanan yang tidak hanya sehat, tetapi juga menggugah selera. Menu harus memenuhi standar gizi, tampil menarik, dan efisien dalam waktu penyajian.
Pedoman Kementerian Kesehatan menjadi acuan utama, dengan komposisi wajib sebagai berikut:
1. Karbohidrat: nasi putih, kentang, atau bahan makanan lokal lainnya
2. Protein: hewani dan nabati (daging, ayam, telur, tempe, tahu, ikan)
3. Sayuran
4. Buah
5. Susu (dua kali sepekan)
Berikut merupakan contoh siklus menu MBG yang disusun oleh ahli gizi SPPG Kedungwaru Tulungagung, dengan siklus sepuluh hari. Saya tulis pekan pertama hari Senin hingga Jum’at, demikian pula pekan kedua juga hari Senin hingga Jumat:
Pekan Pertama
Senin:
Roti Burger + Patty Ayam + Keju Slice + Slada + Klengkeng + Susu
Selasa:
Nasi + Ikan Patin Crispy + Tempe Bacem + Capjay + Jeruk Manis
Rabu:
Nasi Putih + Ayam Kremes + Tahu Kecap + Timun + Sawo
Kamis :
Nasi putih + Telur Rendang + Orek Tempe + Sambal Goreng + Pisang Lavendis
Jumat:
Nasi putih + Bakso Kuah + Tahu Walik + Pocoy + Pepaya + Susu
Pekan Kedua
Senin’ Nasi Kuning + Ayam Cincang + Tahu Wortel + Anggur Merah + Susu
Selasa:
Nasi putih + Krengsengan Telur Puyuh + Bakwan + Sayur Bayam + Jeruk Madu
Rabu :
Nasi putih + Lodho Ayam + Tempe Bacem + Jamur Crispy + Semangka
Kamis :
Nasi putih + Sarden Tuna + Perkedel Tahu + Sayur Asem + Melon
Jum’at :
Nasi putih + Kaki Naga Ayam + Tempe Bungakol + Kelengkeng + Susu
Menu di atas menunjukkan bahwa MBG bukan sekadar program makan, melainkan upaya membangun masa depan anak-anak Indonesia melalui gizi yang halal thoyiba.
Peran Mitra: Mendukung, Bukan Mengganggu
Ahli gizi dan Kasatpel SPPG memiliki kewenangan penuh untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi menu MBG. Mitra BGN sebaiknya tidak ikut campur dalam urusan teknis. Biarkan mereka berkreasi dengan keluasan dan tanggung jawab. Jika ingin memberi usulan, tentu saja boleh—asal tidak mengganggu proses yang sudah berjalan baik.
Program MBG merupakan amanah. Ia bukan sekadar proyek, melainkan ikhtiar spiritual dan sosial untuk membela hak anak-anak atas makanan sehat. Mari kita jaga kualitasnya, dengarkan kritik publik, dan terus berinovasi demi generasi yang lebih kuat, cerdas, dan berakhlak.
*Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam