
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Ratusan warga Desa Wonorejo, Kecamatan Pagerwojo, mendatangi Gedung DPRD Tulungagung, Senin siang (15/9/2025). Mereka menuntut perbaikan jalan lingkar Waduk Wonorejo yang rusak parah dan terabaikan selama lebih dari dua dekade.
Dari total 25 kilometer jalan lingkar yang mengitari waduk, hanya sekitar 3 kilometer yang pernah diperbaiki.
Selebihnya dibiarkan berlubang, bergelombang, dan membahayakan pengguna jalan.
“Sudah 20 tahun kami menunggu. Jalan ini rusak parah, tapi hanya 3 kilometer yang diperbaiki. Sampai kapan masyarakat dibiarkan menderita?” tegas Rahmad Putra Perdana, koordinator aksi.
Dalam aksinya, warga membawa spanduk, berorasi, dan menyerahkan petisi kepada DPRD. Isi petisi itu jelas: jika tuntutan tidak dipenuhi, warga siap memblokade seluruh akses Waduk Wonorejo. Langkah itu dipastikan mengganggu aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), aliran irigasi, hingga pariwisata. Bahkan, warga mengancam tidak akan membayar pajak daerah maupun negara.
Rahmad menegaskan, aksi ini bukan untuk mencari kambing hitam. “Kami tidak menyalahkan bupati atau DPRD. Kami hanya meminta pengawalan agar pemerintah pusat dan instansi terkait—BBWS Brantas, Perhutani, Perum Jasa Tirta I—segera bertindak,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo menyebut perbaikan jalan terkendala status aset. Jalan lingkar Waduk Wonorejo bukan milik Pemkab, melainkan milik instansi vertikal dan sebagian desa.
“Kalau aset bisa dihibahkan ke Pemkab, kami siap melaksanakan perbaikan. Tapi itu butuh proses,” kata Gatut.
Namun, bagi warga, alasan itu terdengar klise. Janji serupa sudah mereka dengar sejak 20 tahun lalu. Pemerintah daerah berulang kali menyatakan siap menjembatani, tetapi tak ada realisasi di lapangan.
Padahal, Waduk Wonorejo bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah objek vital nasional yang menopang pembangkit listrik, irigasi ribuan hektare sawah, sekaligus sumber air baku. Ironisnya, akses menuju kawasan strategis itu justru terabaikan.
“Kami sudah turun ke jalan dua kali, tahun 2004 dan sekarang 2025. Jika lagi-lagi hanya janji, warga siap aksi yang lebih besar,” ucap Rahmad.
Kini tekanan publik tertuju pada DPRD dan pemerintah pusat. Warga menuntut langkah konkret, bukan lagi wacana. Sebab, jika jalan strategis yang menjadi denyut infrastruktur nasional dibiarkan rusak lebih dari 20 tahun, maka yang cacat bukan hanya jalannya, melainkan juga tata kelola pemerintahannya.
Jurnalis: Pandhu