
TULUNGAGUNG, HARIAN- NEWS.com – Di bawah langit pagi yang cerah, halaman utama Pesantren Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung dipenuhi gelombang putih-putih bersarung dan berpeci.
Rabu (22/10/2025) bukan hari biasa. Itu adalah Hari Santri Nasional. Hari di mana sejarah, khidmat, dan cita-cita bangsa berpadu dalam Resolusi Jihad Hadrotusy Syaich KH. Hasyim Asy’ari
Para santri berdiri tegak, bersiap menyambut tamu upacara hari santri yaitu Perwakilan Camat, perwakilan Polsek, Babinsa, Kepala Desa Rejoagung, Kepala Desa Kedungwaru, Dewan Syuro Pesantren Al Azhaar Kedungwaru, dan para guru serta para komite sekolah. Mereka bukan sekadar hadirin, tapi saksi atas semangat yang tak pernah padam. Yaitu semangat santri menjaga negeri. Dalam tekad mengabadikan.
Tema tahun ini: Santri Siaga Jiwa Raga Berkhidmat Menjaga Negeri. Sebuah seruan yang bukan hanya slogan, tapi panggilan jiwa. Dalam amanahnya, KH. Imam Mawardi Ridlwan menggemakan pesan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Al Hasani: maa zilta tholiban. “Kalian semua selamanya adalah santri,” ujar beliau. Karena itu para santri harus berikrar “maa ziltu tholiban.” “Saya adalah santri selamanya.”
” Tugas utamanya adalah menjaga eksistensi bangsa, mengabdi dan membela negeri,” amanah Abah Imam.
Lebih lanjut Abah Imam menegaskan, Hari Santri lahir dari semangat Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari, sebuah fatwa yang menggerakkan rakyat melawan penjajah. Maka, menjadi santri bukan hanya belajar fiqh dan nahwu, tapi juga menanamkan akhlak, ilmu, dan khidmat sebagai benteng bangsa.
Acara semakin khidmat saat KH. Lukman Hakim, Pengasuh Ribath Al Azhaar Rejoagung Tulungagung memimpin tahlil untuk para Wali Songo, pendiri NU dan Muhammadiyah, para Presiden RI yang telah wafat, serta para pejuang Pesantren Al Azhaar. Doa-doa mengalir, menghubungkan masa lalu yang mulia dengan masa depan yang penuh harapan. Tahlil sebagai tradisi Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Usai tahlil dilanjutkan potong tumpeng oleh Abah Imam yang diberikan para tamu undangan.
Suasana pun berubah menjadi meriah saat paduan suara santri menggemakan Yalal Wathon, lagu Hari Santri yang dikumandangkan sebelum pembina upacara meninggal lapangan. Seusia upacara HSN dilanjutkan lagu-lagu perjuangan. Bukan sekadar nyanyian, tapi gema cinta tanah air yang tumbuh dari hati yang berkhidmat.
Penampilan para santri sangat baik di akhir HSN. Mereka menunjuk kemampuan bela diri, berpidato dan ada tari zafin sebagai ciri santri.
Jurnalis IMR/AG
Editor Tanu Metir