160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Pentas Wayang “Bima Suci” Menyatu dengan Alam: Desa Kendalbulur Gaungkan Perdes Lingkungan Lewat Budaya Leluhur

TULUNGAGUNG,HARIAN- NEWS.com — Angin malam berembus lembut di pelataran Taman Nangkula Park, Desa Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur saat kelir mulai ditancapkan.

Ratusan pasang mata menatap lekat ke panggung tradisi, menyambut lakon agung “Bima Suci” dalam gelaran wayang kulit dengan dalang Ki Eko Prisdianto yang digelar Minggu malam (29/6/2025) lalu.

Anang Mustofa, S.E. , Kepala Desa Kendalbulur menyampaikan, pagelaran lebih dari sekadar tontonan budaya, malam itu menjadi momentum penting dan strategis: sosialisasi Peraturan Desa (Perdes) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Kelestarian Lingkungan Hidup.

750 x 100 AD PLACEMENT

Sebuah pendekatan nguri-uri budaya yang dirangkai harmonis dengan semangat penyelamatan alam desa di bulan Suro ini.
“Wayang adalah bahasa rakyat yang menyentuh hati. Kami ingin pesan tentang pentingnya menjaga lingkungan ini sampai ke semua kalangan, bukan sekadar melalui teks hukum,” terang Kepala Desa Kendalbulur, Anang Mustofa, S.E.

Perdes Sebagai Wujud Keprihatinan dan Harapan
Dibalik gelaran budaya ini, tersimpan keprihatinan mendalam akan kondisi desa yang mulai kehilangan jati diri. Pohon-pohon besar yang dulunya menaungi desa, kini banyak menghilang. Burung-burung yang dulu berkicau setiap pagi, makin jarang terdengar.
“Kerusakan lingkungan bukan hanya kehilangan fisik, tapi juga kehilangan identitas desa. Maka Perdes ini menjadi ikhtiar kami untuk kembali ke akar,” tutur Anang.

Foto Anang Mustofa, S.E., Kepala Desa Kendalbulur menyampaikan sambutan pada Pergelaran Wayang Kulit rangkaian dari Bersih Desa Kendalbulur di Bulan Suro

Perdes No. 3/2021 memuat regulasi penting demi kelestarian lingkungan, antara lain:
• Setiap rumah wajib menanam minimal satu pohon tahunan;
• Pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan secara mandiri dan tidak dibuang sembarangan;
• Pelestarian ekosistem dilindungi, termasuk larangan menangkap ikan dengan setrum atau racun, serta larangan menembak atau memikat burung.

750 x 100 AD PLACEMENT

Yang menarik, aturan ini berlaku universal, tak hanya untuk warga asli, tetapi juga bagi pendatang atau pemilik usaha di wilayah desa.
“Ini bentuk investasi sosial dan ekologis jangka panjang untuk generasi anak cucu,” tandasnya.

Bima Suci”: Simbol Pencarian dan Kesadaran Ekologis
Dipilihnya lakon “Bima Suci” bukan tanpa alasan. Kisah Werkudara (Bimo)  yang mencari air kehidupan menjadi alegori tentang pentingnya merawat sumber daya alam dan menjaga kesucian batin dalam perjalanan hidup.
“Air adalah lambang kehidupan. Sama halnya dengan alam sekitar kita, ia adalah berkah yang harus dijaga bersama,” jelas Anang.

Foto: Ki Dalang Eko Prisdianto sedang memainkan Wayang Bimo atau Werkudoro. 

750 x 100 AD PLACEMENT

Warga Terlibat, Budaya Menghidupkan Aturan
Salah satu kekuatan dari inisiatif ini adalah pendekatan partisipatif. Perdes bukan sekadar produk administratif, tapi hasil dialog panjang antara pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan warga. Bahkan sebelum resmi disahkan, warga secara mandiri telah membuat papan larangan menembak burung dan menjaga kebersihan sungai.
“Perdes ini tumbuh dari bawah. Bukan dipaksakan, tapi lahir dari kesadaran bersama,” kata Yani Prasetyo, Ketua BPD Kendalbulur.
Untuk penguatan, Desa Kendalbulur juga membentuk kader lingkungan, yang terdiri dari anak-anak muda desa, ibu-ibu PKK, dan tokoh adat. Mereka menjadi garda terdepan dalam edukasi berkelanjutan.

Menanam untuk Masa Depan
Pemerintah desa menargetkan dalam dua tahun ke depan, akan terbentuk koridor hijau di setiap dusun dengan penanaman pohon pelindung, seperti trembesi, sawo kecik, dan ketapang kencana. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan pembelajaran lingkungan di tingkat PAUD dan SD.
“Kalau anak kecil sudah cinta lingkungan, maka 10–20 tahun lagi kita akan punya desa yang kuat secara identitas dan lestari secara ekologi,” pungkas Anang.

Catatan Redaksi:
Pagelaran wayang kulit ini menjadi simbol bagaimana budaya lokal mampu menjadi sarana komunikasi pembangunan yang efektif. Apa yang dilakukan Desa Kendalbulur adalah contoh konkret bahwa keberlanjutan bukan hanya soal teknologi atau dana besar, melainkan soal niat, kearifan lokal, dan kebersamaan.
“Nguri-uri kabudayan, nguwatke panguripan.” – budaya lestari, hidup pun jadi berarti.

Jurnalis: Pandhu | Fotografer:

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !