

TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Suasana Balai Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, tampak lebih hidup pada Rabu pagi (22/10/2025). Puluhan warga lanjut usia duduk berjejer menunggu giliran pemeriksaan kesehatan. Di balik senyum dan canda ringan para lansia itu, tersimpan kisah perjuangan desa mempertahankan program sosial di tengah tekanan anggaran yang kian ketat.
Posyandu Lansia Jabalsari digelar rutin setiap tanggal 22 setiap bulan. Sekitar 70 hingga 80 warga lanjut usia datang untuk memeriksakan tekanan darah, kadar gula, hingga konsultasi kesehatan dasar.
Kegiatan ini menjadi satu dari sedikit ruang layanan kesehatan gratis bagi warga sepuh di wilayah tersebut.
Menurut Sekretaris Desa Jabalsari, Munib, program ini merupakan inisiatif murni pemerintah desa, bukan hasil permintaan warga.
“Program ini memang murni program desa, bukan karena masyarakat minta. Pemerintah desa yang menganggarkan langsung dari dana desa, sama seperti posyandu anak, balita, lansia, dan jiwa,” ujar Munib saat ditemui di kantor desa.

Tujuan utama kegiatan ini, lanjutnya, adalah membantu warga lanjut usia agar tetap mendapat layanan kesehatan tanpa harus terbebani biaya.
“Adanya posyandu lansia ini untuk mengurangi beban masyarakat, terutama yang sudah sepuh dan kurang mampu,” tambahnya.
Namun di balik semangat pelayanan sosial itu, pemerintah Desa Jabalsari menghadapi kenyataan pahit: ruang fiskal desa semakin menyempit. Sejak diberlakukannya kebijakan wajib alokasi 20 persen dana desa untuk program ketahanan pangan, porsi anggaran untuk kegiatan sosial menjadi kian terbatas.
“Sekarang dana makin terbatas. Apalagi ada ketentuan ketahanan pangan 20 persen. Sementara infrastruktur masih banyak yang belum dibangun. Jadi menata anggaran itu repot,” kata Munib dengan nada realistis.
Keterbatasan anggaran membuat pemerintah desa belum bisa menambah program berkelanjutan bagi kesejahteraan lansia, selain posyandu rutin. Meski demikian, antusiasme warga sepuh tak pernah surut. Mereka datang setiap bulan tanpa absen, menunjukkan kedekatan emosional dengan kegiatan tersebut.
“Antusiasnya luar biasa. Setiap bulan sebelum tanggal 22, RT sudah kasih tahu ke warga. Mereka menunggu karena bisa berobat gratis,” ujar Munib.
Pelayanan posyandu dilakukan oleh bidan desa dan pembantu bidan, serta kadang dibantu dokter sukarelawan. Bahkan, salah satu warga Jabalsari yang baru lulus dari fakultas kedokteran turut membantu sebelum mendapat penempatan resmi — bukti bahwa semangat gotong royong masih hidup di tengah keterbatasan.

Posyandu Lansia Jabalsari menjadi cermin kecil perjuangan desa mempertahankan keseimbangan antara pembangunan fisik dan sosial. Di tengah regulasi fiskal yang kian ketat, desa ini terus berupaya menunaikan tanggung jawab sosialnya.
Desa Jabalsari masih bertahan — dengan semangat kebersamaan dan kepedulian yang menjadi denyut nadi kehidupan di tingkat akar rumput.
Namun pertanyaannya, sampai kapan kegiatan seperti ini bisa terus berjalan, jika kebijakan anggaran tidak memberi ruang lebih luas bagi program sosial desa?
Jurnalis: Pandhu
Editor: Arief Gringsing
Jangan Tampilkan Lagi
Ya, Saya Mau !