160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Zebra Espass Tulungagung–Trenggalek: Mesin Tua, Semangat Baru, dan Persaudaraan yang Tak Pernah Padam

TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Di tengah gegap gempita budaya otomotif yang sering diidentikkan dengan gengsi modifikasi dan kebisingan knalpot, ada satu komunitas yang justru menyalakan semangat sosial dari balik suara mesin tuanya. Minggu (12/10/2025), komunitas
Zebra Espass Tulungagung–Trenggalek (ZETT) merayakan usia ke-5 di GOR Kendil Sakti, Bendiljati Kulon, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung. Dengan tema “Seduluran Selawase”, mereka menandai perjalanan lima tahun penuh kebersamaan dan pengabdian.

Bagi mereka, usia lima tahun bukan sekadar angka, melainkan perjalanan hati—tentang setia, saling peduli, dan tidak meninggalkan kawan di tengah jalan.

Silaturahmi yang Jadi Sumbu Sosial
“Komunitas itu macam-macam, tapi yang penting tujuannya, yakni menjalin silaturahmi antarwarga,” ujar Ahmad Baharudin, S.M., Wakil Bupati Tulungagung, dalam sambutannya.

Ia menegaskan, pemerintah tidak boleh memandang sebelah mata aktivitas komunitas otomotif. Di dalamnya, kata dia, ada energi sosial yang menjaga harmoni dan kebersamaan warga.
“Pemerintah harus hadir dalam kegiatan seperti ini. Karena di sanalah ruang kebersamaan tumbuh—ruang yang sering hilang di tengah rutinitas masyarakat modern,” tegasnya.

750 x 100 AD PLACEMENT
Meriah, panggung hiburan ZETT

Ucapan itu terasa menyentuh: komunitas otomotif yang sering dianggap sekadar hiburan justru menjadi simpul sosial yang menjaga rasa kemanusiaan.

Lebih dari Sekadar Suara Knalpot
Di balik tampilan sederhana mobil Zebra Espass, tersimpan filosofi kuat tentang kesetiaan dan solidaritas. Budi Santoso, Ketua Umum ZEBY Jatim Community, menjelaskan, kekompakan antar-chapter menjadi pondasi utama komunitas.
“Bila ada anggota kesulitan—kendaraan mogok atau kecelakaan—semua langsung bergerak. Di situlah makna persaudaraan yang sesungguhnya,” tuturnya.

Di tengah arus komersialisasi dunia otomotif, komunitas ZETT tetap tegak sebagai “anomali positif”—menolak budaya pamer, memilih jalan kebersamaan.

Dari Pinggiran Jadi Penggerak
Bagi Yoyok Teguh Wahyudi, Korcab ZETT Tulungagung–Trenggalek, perjalanan lima tahun ini seperti menempuh jalan panjang penuh liku.
“Awalnya kami cuma berlima, gabung di Kediri Raya. Tapi karena anggota Tulungagung–Trenggalek makin banyak, kami berdiri sendiri. Sekarang anggota aktif 60 orang, total 135,” jelasnya.

750 x 100 AD PLACEMENT

Tanpa sponsor besar dan tanpa dukungan struktural, komunitas ini tumbuh karena kepercayaan dan ketulusan. Dalam perayaan kali ini, ZETT tidak hanya berkumpul dan berfoto. Mereka menggelar bakti sosial dan santunan anak yatim, seolah menegaskan bahwa mesin dan moral bisa melaju bersama.
“Kami ingin kegiatan ini bukan cuma soal otomotif, tapi juga soal kemanusiaan,” kata Yoyok.

Cermin Kecil dari Masyarakat yang Lebih Luas
Kehadiran ZETT mencerminkan denyut sosial masyarakat Tulungagung hari ini. Di tengah menipisnya gotong royong, mereka menjadi simpul yang menambal kembali rasa kebersamaan.
“Kami menjaga perasaan, menjaga kepercayaan. Intinya saling menghargai,” ujar Yoyok singkat namun bermakna.

Sikap sederhana itu seakan menampar realitas sosial yang sering diwarnai ego sektoral. Di balik kesahajaan mobil tua, komunitas ini menunjukkan bahwa kekompakan tidak harus mahal—cukup dengan rasa memiliki dan kepedulian.

Antara Mesin, Moral, dan Masa Depan
Ketika banyak komunitas terjebak dalam budaya pamer, Zebra Espass Tulungagung–Trenggalek justru tampil sebagai wajah lain dunia otomotif: rendah hati, sosial, dan solid.
“Harapan kami, bendera ZETT bisa berkibar ke seluruh Indonesia. Tapi yang utama, semoga persaudaraan ini tetap utuh dan bermanfaat bagi masyarakat,” tutup Yoyok.

750 x 100 AD PLACEMENT
Wakil Bupati Tulungagung Ahmad Baharudin SM menyatu dengan Komunitas ZETT

Perayaan ulang tahun ke-5 ini menjadi pengingat bahwa di balik suara mesin tua, ada denyut sosial yang tetap hidup—tentang kesetiaan, kerukunan, dan kejujuran.

ZETT telah membuktikan, komunitas bukan sekadar wadah berkumpul, melainkan ruang perlawanan halus terhadap dunia yang kian individualis. Dari balik kap mobil tua, mereka menunjukkan bahwa solidaritas masih bisa hidup—selamanya.

Reporter: Pandhu
Editor: Tanu Metir

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !