
Oleh *Imam Mawardi Ridlwan
HARIAN- NEWS.com – Di tengah derasnya arus informasi, kita menyaksikan sesuatu yang dulu dianggap mustahil kini menjadi nyata. Seorang yang mangaku kyai, semestinya menjadi penyejuk dan penuntun prilaku umat, justru saat ini melaporkan tetangganya sendiri, yang rumah berdampingan ke kantor polisi.
Peristiwa ini bukan hanya terjadi, tapi juga diviralkan. Seolah-olah rasa malu telah hilang dari peradaban.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah Ta’ala akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Imam Muslim).
Dalam tradisi kita, kyai bukan sekadar gelar. Ia adalah pancaran akhlak, penjaga adab, dan penuntun prilaku. Ia menebarkan hikmah dalam tutur, menyulam makna dalam diam. Namun kini, “wolak-walik’e” zaman telah mengubah wajah sebagian dari mereka. Narasi yang dulu menyejukkan berubah menjadi konten yang melukai.
Di masa silam, berseteru dengan tetangga merupakan aib. Orang yang tidak akur dengan lingkungan dianggap belum selesai mendidik dirinya. Bahkan jika itu seorang yang mengaku kyai, para sesepuh akan menyembunyikan konflik demi menjaga marwah tetangganya. Maka ia tak tak akan mengumbar aib tetangganya. Apalagi diviralkan di medsos. Karena memuliakan tetangga merupakan bagian dari iman seorang:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menulis bahwa hak tetangga hampir menyerupai kerabat. Menyakiti mereka adalah keburukan akhlak yang nyata. Nasehat ulama’ tasawuf tersebut untuk siapa saja.
Ironisnya, di era kehidupan serba medsos, permusuhan justru dipamerkan. Bahkan oleh mereka yang bergelar doktor, mengajar tasawuf dan filsafat, dan mengaku sebagai kyai. Sementara orang awam saja menyelesaikan perselisihan dengan musyawarah, bukan dengan ger-geran.
Rasulullah ﷺ mengingatkan:
“Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sangatlah disayangkan jika konflik dengan tetangga sampai ke kantor polisi dan pengadilan. Saya selaku Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam menyarankan agar para advokat mundur dari perkara semacam ini. Mundur saja. Mengapa? Ia ada seseorang yang mengaku kyai datang ke polisi untuk memenjarakan tetangganya sendiri.
Tetangga yang rumah berhimpitan. Yang dijadikan bahan perselisian tidak penting.
“Sesungguhnya kalian hidup di zaman di mana ulama banyak dan para pembicara sedikit. Akan datang suatu zaman di mana para pembicara banyak dan ulama sedikit.” (Hilyatul Awliya’،, Abu Nu’aim)
Dan yang lebih menyedihkan adalah seseorang yang mangaku sebagai kyai juga melaporkan ketua RT dan RW. Diduga laporannya hanya sebuah cara untuk mengambil keuntungan secara material. Jika dugaan ini terbukti, maka seseorang yang mengaku kyai tersebut telah melepaskan sifat malunya.
Padahal Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika kamu tidak malu, maka lakukanlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Malu merupakan benteng terakhir akhlak. Ketika benteng itu runtuh, segala keburukan akan masuk tanpa penghalang. Bahkan kehidupan privasi pun bisa dijadikan tontonan. Maka orang awam pun akan menilai: seseorang yang sudah tidak punya rasa malu, sejatinya sedang meruntuhkan diri dan keluarganya.
Tulisan ini bukan untuk menghakimi. Hanya sekadar mengingatkan. Bahwa tugas utama seseorang yang mengaku kyai adalah menenangkan, menasihati, dan menjadi tauladan bagi lingkungannya.
Karena seseorang para kyai itu penerus risalah Nabi Muhammad sholalloh alaihi wa salam. Tugas utama nabi dituangkan dalam firman Allah Ta’ala:
“Dan Kami tidak mengutusmu (Nabi Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Dunia medsos yang menyedikan ruang bebas dan terbuka seperti pisau bermata dua. Karena itu para kyai membentengi diri dan kekuarga dengan doa. Do’a dijadikan wirid. Tujuannya sebagai penjagaan dari gemburan fitnah di zaman tergelincirnya akhlak.
Berikut ada do’a
> اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
> اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي، وَدُنْيَايَ، وَأَهْلِي، وَمَالِي،
> اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي،
> اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي،
> وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
Ya Allah, aku memohon keselamatan di dunia dan akhirat. Aku memohon ampunan dan keselamatan dalam urusan agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah segala kekuranganku dan tenangkanlah hatiku. Jagalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri, dan atas. Aku berlindung kepada keagungan-Mu dari musibah yang datang dari bawahku.
Semoga kita semua kembali kepada akhlak, adab, dan punya rasa malu yang menjadi benteng umat. Semoga para kyai kembali menjadi sosok pengayom tetangganya, bukan ancaman. Dan semoga kita semua dijauhkan dari fitnah zaman yang mengaburkan cahaya ilmu dan hikmah.
*Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam