160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
banner hut ri

Pegiat Lingkungan Blitar Adukan Kerusakan Hutan ke Komisi IV DPR RI dan Media

Perhutani KPH Blitar menerima Wartawan dari Pijar Nusantara

Pegiat Lingkungan Blitar Adukan Kerusakan Hutan pada Komisi IV DPR RI dan Pijar Nusantara

BLITAR (HARIAN-NEWS.COM) – Organisasi pecinta lingkungan Blitar mengadukan pada Komisi IV DPR RI dan melakukan konferensi pers pada awak media  tentang temuan maraknya kerusakan hutan akibat pencurian kayu jati dan pengalihan fungsi lahan hutan untuk dijadikan kebun tebu.

Hal tersebut, disampaikan oleh Agus Budi Sulistyo ketua Perkumpulan Karya Cipta Abisatya (PKCA) kepada beberapa awak media yang tergabung dalam organisasi Persahabatan Insan Jurnalis Nusantara (Pijar Nusantara) terkait beberapa persoalan yang ditemukan di kawasan hutan produksi Kabupaten Blitar.

Agus Budi Sulistyo Ketua Perkumpulan Karya Cipta Adisatya, Kabupaten Blitar

Kerusakan Hutan Produksi di wilayah Blitar menjadi perhatian serius pegiat lingkungan hidup. Bagaimana tidak, dampak kerusakan dan alih fungsi lahan yang ditimbulkan sudah mencapai pada tingkat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara.

750 x 100 AD PLACEMENT

Dari temuan mereka seperti yang dituliskan pada suratnya ber-nomor 07/PKCA/Blt/2020, kepada Balai GAKKUM KLHK Wilayah Jabalnursa didapatkan maraknya aksi pencurian kayu jati yang mana hal ini meninggalkan dampak sangat luar biasa, serta kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup Bangsa dan Negara. Kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, peningkatan pemanasan global dan merusak sumber mata air.

“Kami sebagai masyarakat pecinta lingkungan Karya Cipta Abisatya ikut berperan serta memberikan informasi adanya pencurian kayu. Sesuai dengan UU RI Nomor 18 tahun 2013 yang tercantum pada BAB VI Peran Serta Masyarakat pasal 58 ayat (2)b berbunyi masyarakat berhak mendapatkan pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan terjadi perusakan hutan dan penyalahgunaan ijin kepada penegak hukum,” ujarnya.

Selain itu menurut Tyo, panggilan sapaannya, menjelaskan bahwa didalam keputusan Direksi nomor 934/Kpts/ Dir/ 2016 pasal 5 ayat (3) berbunyi, penentuan lokasi harus mempertahankan keberadaan dan kelestarian kelas perusahaan jati, pinus, damar, mahoni, sonokeling, kayu putih dan sengon. “Tetapi di dalam kenyataannya dengan adanya tanaman tebu justru tanaman kehutanannya dimatikan,” terangnya.

Juga didalam pasal 6 ayat (2) berbunyi, pola tanam – tanaman Kehutanan jumlah tanaman kehutanan perhektar rata-rata dalam satu petak minimal 400 pohon. “Namun didalam kenyataannya tanaman kehutanan yang ada justru dimatikan dengan cara di teres dan bekas luka teresan diberi obat rumput,” tuturnya

750 x 100 AD PLACEMENT

Ditambahkan, dalam pasal 6 ayat (3) berbunyi, pola tanam – tanaman kehutanan dalam satu unit manajemen petak, terdapat kelas hutan Produktif untuk dipertahankan sebagai tanaman kehutanan pada pola agroforestri tebu.

Selain kasus pencurian kayu, juga ada pengalihan fungsi lahan dalam hal ini tanaman tebu mulai dari Desa Sumberoto, Ngeni, Gondanglegi, Sumbersih, Rejoso, Kahulon, Kalipare, dan wilayah Tulungagung.

Lebih lanjut ketua PKCA memaparkan bahwa pihak Komisi IV DPR RI sudah melayangkan balasan surat atas pengaduan pegiat lingkungan pada tanggal 15 juni 2020 dengan nomor DA/6485/SETJEN DPR RI/HK.02/08/2020, yang ditanda tangani atas nama Sekretaris Jendral Deputi Bidang Adminstrasi u.b Kepala Biro Hukum dan Pengaduan Masyarakat, Juliasih, SH. MH.

Isi surat tersebut berbunyi bahwa surat saudara tertanggal 30 Maret 2020 yang ditujukan kepada Pimpinan Komisi IV DPR RI, perihal perusakan hutan untuk perluasan lahan tebu, telah kami terima dengan baik.

750 x 100 AD PLACEMENT

Sementara itu, Agung Budiyono selaku bagian Humas Perum Perhutani  KPH Blitar menerima 5 Jurnalis dari Media yang tergabung dalam Pijar Nusantara diruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Pertemuan ini merupakan konfirmasi terkait data yang masuk ke redaksi terkait keluhan pengrusakan hutan, pengalihan fugsi lahan di kawasan hutan produksi yang bernaung di Perum Perhutani. Dalam tanggapannya Agung berharap apa yang dikeluhkan dari pegiat lingkungan dapat diselesaikan dengan baik.

Dia mengatakan, disana itu ada 2 wilayah BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan), wilayah Lodoyo Barat dan wilayah Lodoyo Timur, penanganan tanaman tebu dari Kepala Divisi Regional Jawa Timur, dan untuk payung hukumnya P 81  ketahanan pangan, jadi memang tebu ini nanti akan dikemas dengan pola kerjasama. Karena sampai sekarang kalau kenyataannya tebu ribuan hektar sampai sekarang Perhutani  tidak ada pemasukan sama sekali, itu illegal.

“Pada waktu kegiatan sarasehan dengan Bupati ditingkat birokrasi kita sinergi antara Perhutani Polres dan Pemerintah Kabupaten, tidak mungkin warga semua banyak dikasuskan, illegal itu. Makanya langkah-langkah sosial konflik bertahap dipilah-pilah mana yang ringan, sedang, dan berat ini sudah dipetakan, jadi kasus ini kalau di perhutani kasus tenorial, databasenya disitu sudah zona merah, Direksi Perhutani sudah tahu,” jelas Agung.

Agung juga menanggapi bahwa persoalan yang dikeluhkan pegiat lingkungan itu Perhutani sendiri tidak mampu untuk menyelesaikan tanpa keterlibatan dari pemerintah desa.

Harapannya nanti ada solusi yang bisa menjadi penyelesaian terkait pengrusakan hutan di kawasan produksi Perhutani. Terkait apa yang sudah dilakukan oleh pegiat lingkungan hidup dalam bentuk laporan ke Lembaga terkait dan juga ke media, Agung sudah menginventarisir persoalannya dan akan ditindak lanjuti oleh bidang terkait di Perhutani. (Pra/red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !