

Wakil Ketua Komisi D DPRD Tulungagung, Sofyan Heryanto, S.E.,(foto by Pandhu).
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Komisi D DPRD Tulungagung menyoroti lambannya langkah pemerintah daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata, terutama di kawasan strategis sepanjang Jalur Lintas Selatan (JLS).
Meski JLS kini menjadi magnet ekonomi baru bagi wilayah pesisir, pemerintah dinilai belum cukup tanggap dalam menyiapkan infrastruktur pendukung yang memadai.
Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi D DPRD Tulungagung, Sofyan Heryanto, S.E., usai rapat hearing bersama Bappeda, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Pemadam Kebakaran, Selasa (4/11/2025) di Ruang Aspirasi DPRD Tulungagung.
“Potensi wisata Tulungagung ini besar, tapi belum dikelola serius. JLS sudah jadi akses utama, tapi jalan-jalan penghubung ke destinasi wisata masih terbengkalai. Kami sudah minta Bappeda dan PUPR segera bertindak,” tegas Sofyan.
Ia mencontohkan kondisi jalan menuju Pantai Pacar dan Pantai Lumbung yang hingga kini rusak sepanjang sekitar 500 meter. Menurutnya, pembangunan akses ini tidak bisa lagi ditunda karena menyangkut potensi ekonomi masyarakat sekitar.
“Kalau sirip-sirip jalan itu diperbaiki, wisata akan berkembang dan otomatis PAD naik. Tapi kalau terus dibiarkan, JLS hanya jadi jalan lewat, bukan jalan menuju kemajuan,” ujarnya kritis.
Sofyan juga menyinggung sistem pengelolaan wisata yang melibatkan Pemkab, pengelola lokal, dan Perhutani. Ia mengakui sistem bagi hasil sudah ada, namun belum berjalan transparan dan belum optimal mendongkrak pendapatan daerah.
“Selama ini PAD dari wisata masih kecil dibandingkan potensi yang ada. Pemerintah harus lebih serius mengawasi pengelola dan memastikan setiap rupiah dari wisata kembali untuk pembangunan,” tegasnya.
Menurut Sofyan, selama Pemkab belum menjadikan pariwisata sebagai prioritas strategis, sektor ini akan terus stagnan meskipun memiliki potensi besar. Komisi D menilai arah pembangunan kebudayaan dan pariwisata di Tulungagung belum memiliki peta jalan yang jelas.
“Sekarang memang mulai terlihat ada perbaikan arah. Tapi ini bukan hasil perencanaan matang, melainkan karena dorongan politik dan desakan publik,” ujarnya.
Dalam hearing tersebut, Komisi D juga menyoroti lemahnya perhatian pemerintah terhadap identitas budaya lokal. Sofyan menyoroti Reog Kendang, yang selama ini dikenal sebagai ikon Tulungagung, ternyata belum terdaftar secara resmi di Kementerian Kebudayaan. Sebaliknya, yang mendapat pengakuan justru Jaranan Senterewe.
“Selama ini kita bangga dengan Reog Kendang, bahkan pernah cetak rekor MURI tahun 2015. Tapi yang tercatat justru Jaranan Senterewe. Artinya, pemerintah tidak punya arah yang jelas dalam mengurus budaya sendiri,” tandasnya.
Ia menilai, kondisi ini mencerminkan lemahnya manajemen kebudayaan di tingkat daerah. Padahal, potensi seni tradisi di Tulungagung bisa menjadi kekuatan ekonomi kreatif bila dikelola dengan visi dan konsistensi.
“Pemerintah jangan hanya bangga dengan seremoni. Kalau tidak ada kesinambungan dan perencanaan, kebudayaan kita akan berhenti di panggung hiburan, bukan jadi kebanggaan daerah,” kritik Sofyan.
Komisi D menegaskan akan terus mengawal kinerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan agar tidak terjebak dalam rutinitas proyek, melainkan benar-benar fokus pada dampak pembangunan bagi masyarakat.
“Kami tidak ingin pariwisata hanya jadi jargon. Harus ada langkah nyata, mulai dari akses jalan, sarpras wisata, hingga kebijakan budaya. Kalau tidak, potensi besar ini akan terus terkubur di laporan kertas,” pungkasnya.
Jurnalis: Pandhu
Editor: Tanu Metir
Jangan Tampilkan Lagi
Ya, Saya Mau !