
Ratusan warga larut dalam kekecewaan di halaman Pemkab Tulungagung saat mimpi Piala Dunia 2026 pupus di tangan Irak.Kekalahan Timnas dari Irak di Nobar Tulungagung: Cinta yang Berkali-kali Dikecewakan
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Di bawah sorotan layar lebar di halaman Kantor Bupati Tulungagung, ratusan warga menatap bisu saat peluit panjang dibunyikan. Waktu menunjukkan pukul 02.30 dini hari, Minggu (12/10/2025). Yang tersisa dari nonton bareng (nobar) Kualifikasi Piala Dunia 2026 itu bukan sorak kemenangan, melainkan hening kecewa. Timnas Indonesia kembali harus menunduk setelah takluk 0–1 dari Irak.
Gol tunggal Zidane Iqbal menjadi penentu nasib. Dengan hasil tersebut, Indonesia resmi tersingkir dari jalur kualifikasi Piala Dunia. Skenario terburuk yang coba dihindari akhirnya terjadi — dan masyarakat yang menyaksikan langsung di Tulungagung hanya bisa menatap layar dengan wajah muram.
“Jujur, sangat kecewa dan berat rasanya melihat Timnas kalah lagi. Kita berharap malam ini jadi titik balik, tapi justru jadi akhir dari mimpi,” ujar Bagas (20), warga yang hadir dalam nobar itu. “Rasanya seperti perjuangan panjang ini sia-sia karena peluang Indonesia benar-benar pupus,” tambahnya.
Kekecewaan publik bukan semata karena kalah. Namun karena kekalahan ini terasa berulang — dengan pola yang sama: minim strategi, rapuh mental, dan kehilangan arah permainan. “Bangga sih tetap, tapi realitanya pahit. Bangga saja tidak cukup kalau terus gagal di momen krusial. Timnas harus introspeksi, bukan sekadar mencari pembenaran,” tegas Bagas.
Malam yang seharusnya menjadi ajang kebanggaan justru berubah menjadi momen refleksi nasional kecil. Di antara kerumunan yang meninggalkan tempat sebelum laga usai, tersisa pertanyaan yang menggantung: sampai kapan publik harus menelan hasil pahit dengan dalih ‘proses’?
Sorak sorai yang sempat membahana sejak menit awal mendadak padam. Suasana muram menggantung di udara. Di layar besar yang mulai redup, wajah para pemain Indonesia tampak tertunduk.
Meski kecewa, warga tetap berharap kegiatan nobar seperti ini terus digelar. Bagi mereka, kebersamaan menonton Timnas bukan sekadar hiburan, melainkan wujud cinta terhadap negeri — meski cinta itu berkali-kali dikecewakan. “Nobar seperti ini tetap penting. Tapi ke depan, semoga bukan lagi ajang menonton kekecewaan, melainkan kemenangan. Rakyat sudah terlalu sering disuguhi harapan kosong,” tutup Bagas.
Kekalahan dari Irak menegaskan satu hal: Indonesia belum benar-benar siap bersaing di level dunia. Di balik jargon semangat dan slogan kebangkitan, masih ada pekerjaan rumah besar — dari pembinaan, strategi, hingga mentalitas juang. Publik boleh kecewa malam ini, tapi yang lebih berbahaya adalah jika kekecewaan itu perlahan berubah menjadi ketidakpercayaan.
Jurnalis: Pandhu
Editor: Tanu Metir