

TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Salah satu partisipasi masyarakat sipil di Indonesia dalam pembangunan terlihat melalui hadirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa tujuan keuntungan dari kegiatannya.
Adanya pengertian “kemandirian” dalam nama LSM seringkali memang diartikan sebagai bentuk kegiatan yang bersifat “anti-pemerintah”.
Tentu setiap LSM mempunyai platform masing-masing, seperti LSM Harmoni Riset Center yang beralamat di Jl. KH. Abdul Fattah, Desa Mangunsari, Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, mengusung isu Kebijakan Publik. Namun tidak anti pemerintah justru keberadaannya untuk membantu pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik melalui penelitian, kajian dan survei.
Sifat kemandirian menjadi fondasi lembaga yang didirikan pada tahun 2020 itu. Bahkan untuk pendanaan operasional masih mengandalkan dana dari masing-masing anggotanya. Beranggotakan berbagai kalangan baik muda maupun para manula dengan latarbelakang, mulai dari cendekiawan, tokoh agama, dosen, guru, mantan pejabat ASN, pegiat sosial, pegiat pertanian organik, budayawan, seniman, mantan kades, jurnalis, pengacara, pengusaha, pensiunan, mahasiswa, peneliti, youtuber, dan lainnya.
Untuk menuju kemandiriannya, baru-baru ini HRC melakukan pemetaan usaha yang akan dilakukan yang hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan organisasi, Selasa (05/10/2021) di Desa Bono, Boyolangu.
Salah satu pilihannya akan melakukan pengembangan agro wisata dengan memanfaatkan potensi alam berupa hutan dan pantai serta jalan lintas selatan.
Dinakhodai DR. Sunjoto yang akrab disapa Kung Nyoto itu, lembaga ini tidak hanya pasif dengan rencana pembangunan jalan tol Tulungagung – Kediri yang panjangnya 44,51 km dan yang melintasi Tulungagung sepanjang 13,5 km.
Dari hasil Kajian HRC, seperti disampaikan Kung Nyoto ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah maupun pelaksana proyek dalam penyusunan Amdal (Analisa maslah dampak lingkungan) Jalan Tol tulungagung – Kediri.
Karena pembangunan jalan tol ini membutuhkan lahan atau tanah yang sangat luas, tentunya terdapat adanya potensi aspek dampak yang ditimbulkan dari pembangunan jalan tol tersebut, yaitu seperti berubahnya fungsi dan tata guna lahan, terputusnya aksesibilitas, perubahan volume lalu lintas, dampak akibat desain jalan dan lain sebagainya.
Aspek dampak negatif yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan, berupa aspek fisik yang berkaitan dengan lingkungan dan aspek non fisik yang berkaitan dengan masalah sosial masyarakat.
Menurut Ir. Suharto selaku Dewan Pakar HRC, dari berbagai masukan dari dewan pakar dan pengurus serta survei lapangan, akhirnya ada tiga tahapan yang menjadi kajian kami, pertama Tahap Pra Konstruksi, Tahap Konstruksi dan Tahap Pasca Kontruksi.
Diungkapkannya, dari ketiga tahapan tersebut banyak hal yang perlu mendapatkan pehatian, di antaranya, pada tahap Pra Konstruksi; Pemahaman pentingnya pembangunan tol, diperlukan adanya sosialisasi (konsultasi publik) pada masyarakat dalam rangka memperoleh dukungan pentingnya pemb jalan tol tersebut, Adanya pembebasan lahan pertanian menjadi non pertanian, diperlukan adanya upaya ganti rugi sesuai kesepakatan dengan bentuk berupa uang atau tanah pengganti, Adanya pembebasan kawasan permukiman menjadi kawasan non permukiman diperlukan adanya upaya relokasi kawasan permukiman (permukiman kembali), hilangnya mata pencaharian pokok petani, diperlukan adanya upaya tanah pertanian pengganti di tempat lain yang memadai, Tergusurnya rumah tempat tinggal warga masyarakat, diperlukan adanya rumah tempat tinggal pengganti bagi warga masyarakat yang layak huni, Pola hidup konsumtif karena banyaknya uang ganti rugi yang diterima, diperlukan adanya upaya pembinaan dan strategi penerimaan uang ganti rugi agar tepat dalam mengelola penggunaannya
Pada Tahap Konstruksi; Kerusakan infrastruktur karena truk pengangkut material diperlukan adanya upaya pemeliharaan pada setiap ada kerusakan infrastruktur, Tanahnya menjadi labil karena banyak jalan yang lubang dan ambles, diperlukan adanya upaya pengelolaan agar kondisi tanah tetap stabil, Polusi udara (debu) turut menghiasi pengerjaan di sekitar lokasi kegiatan proyek, diperlukan adanya upaya berbagai pengendalian debu agar bisa diminimalisir se kecil mungkin sehingga tidak menimbulkan terjadinya polusi udara yang mengganggu lingkungan;
Pada Tahap Pasca Konstruksi; Terpotongnya alur sungai dan saluran irigasi oleh jalan tol, diperlukan adanya upaya pembanguan jembatan, saluran irigasi tertutup yang memadai, Timbulnya kawasan genangan air baru akibat banjir dan pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) yang kurang seimbang, diperlukan adanya kegiatan reboisasi dan penghijauan. (ed/red)