TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Adanya tarikan dana “bersifat wajib” dari SMA Negeri 1 Kauman pada wali murid berdalih untuk uang gedung dan sumbangan untuk menutupi biaya operasional sekolah yang tidak tercover dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), telah menimbulkan keresahan.
Dari berbagai informasi dan keterangan yang berhasil diperoleh media ini, telah terjadi keresahan pada wali murid karena diharuskan membayar uang Gedung dan sumbangan yang diwajibkan.
Peran komite sekolah seakan dimunculkan pada proses penarikannya, namun pada kenyataannya adalah dari pihak sekolah sendiri yang melakukan upaya tarikan secara terus-menerus pada wali murid yang otomatis diketahui siswa.
Hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan siswa dalam mengikuti proses belajar di sekolah SMA Negeri 1 Kauman, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.
Tentu hal ini berlawanan dengan program dari Gubernur Jawa Timur Ibu Khofifah Indar Parawansa yang “menjanjikan” sekolah gratis dilingkup Pendidikan Provinsi Jawa Timur dengan program TistAs (Gratis berkualitas).
Karena Gubernur Khofifah tidak ingin ada siswa di Jawa Timur yang putus sekolah karena alasan biaya.
Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Kauman, saat dikonfirmasi terkait adanya pengelolaan dana BOS ?
Kepala Sekolah tidak mau menjelaskan dan hanya menjawab singkat,” Itu semua karena adanya diskresi dari pemerintah.”
Dari pemberitaaan sebelumnya tentang SMAN 1 Kauman (Kepala Sekolah) ditemukan informasi dari berbagai sumber menyebutkan, ada setoran wajib ke “atasan” dengan memangkas Dana Bos berdasarkan prosentase dari anggaran yang dikelola sebesar 15 sampai 20 persen.
Sementara nilai anggaran yang dikelola adalah sekolah yang memiliki nama besar ini, jumlahnya cukup besar yakni Rp1,5 miliar lebih/ tahun.
Wawancara Eksklusif dengan Aparat Penegak Hukum
Ribut-ribut apakah tarikan, sumbangan dari wali murid yang dilakukan oleh sekolah atau komite sekolah merupakan Tindakan pidana?
Media ini berhasil melakukan konfirmasi dengan Kasat Reskrim Polres Tulungagung, Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Polisi Agung Kurnia Putra S.I.K., M.H., M.Si.
AKP Agung menjelaskan bahwa tidak semua dana operasional Pendidikan bisa dicover dana BOS, jadi diadakanlah pungutan (tarikan) dan sumbangan.
Dia menekankan agar dalam pungutan tidak ada patokan nominal, harus bersifat sumbangan sukarela sesuai dengan kemampuan wali siswa.
Masih kata AKP Agung, untuk besaran nilai harus dipahami patokannya adalah selama terjadi kesepakatan bersama dengan komite belum bisa dikatan pungli, posisi polisi adalah sebagai pengawas dan penindak dalam penegakan hukum.
“Anggota saya di Unit Tipikor hanya delapan orang sangat tidak mungkin untuk mengawasi semua sekolah, butuh teman- teman awak media untuk membantu memberi informasi tentang kebijakan yang ada di lembaga sekolah SMA , untuk itulah diperlukan kerjasama,” kata AKP Agung yang sebelumnya pernah bertugas di Polda Kalimantan Selatan ini.
Lebihlanjut saat dikofirmasi tentang apakah pemberitaan media bisa dijadikan dasar dalam penanganan perkara oleh Polisi?
AKP Agung Kurnia menjelaskan, semua kejadian wajib hukumnya untuk ditindaklanjuti, dan direspon oleh polisi.
“Semua perkara baik ada atau tidak laporan masyarakat, ketika itu viral atau dalam pemberitaan baik melalui media online, televisi, media cetak dan radio harus direpon oleh pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan, karena untuk penegakan hukum dalam UU Keterbukaan Informasi Publik,” katanya.
Dia mencontohkan kejadian di Surabaya saat ramainya berita gester. Tanpa laporan masyarakpun langsung derespon oleh pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan.
“ Bila ada unsur pidana, maka bisa langsung ditindaklanjuti,” katanya.
Ditambahkan juga oleh Kasat reskrim Polres Tulungagung ini, AKP Agung Kurnia Putra, di Indonesia sudah diterbitkan dari tahun 2008 Undang – Undang Keterbukaan Informasi Publik, semua ASN sebagai pengelola anggaran wajib memberikan informasi dalam penggunaan atau pengelolaan anggaran kepada publik ( masyakat ).
AKP Agung juga berkata,” Dalam penarikan sumbangan pun disitu ada aturannya pihak sekolah tidak boleh mewajibkan dan menentukan nominalnya dan itu bersifat sukarela, apabila dalam menarik sumbangan terjadi paksaan, wajib harus membayar dan ditentukan nilainya.”
“ Itu bisa dikategorikan pungli ( pungutan liar ). Proses itu pun sekolah tidak boleh terlibat apa lagi guru dan kepala sekolah sangat tidak diperbolehkan . yang harus menggalang dana itu komite untuk mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana sekolah dengan sistem kesepakan bersama dengan orang tua siswa,” tegas Kasat Reskrim ini.
Terakhir, dia menjelaskan, untuk pungutan dan sumbangan diatur dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 sedangkan untuk Komite diatur Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 .
“Apabila ada lembaga sekolah yang menyalahi aturan dengan tegas akan kita tindak sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku,” tutupnya.