
Ketua Panitia Lomba Sambitan Layangan, Sutikno.
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Tepi Sungai Ngrowo di Dusun Ngruweng, Desa Moyoketen, Kecamatan Boyolangu, berubah menjadi panggung tradisi yang penuh keceriaan pada Sabtu pagi (26/7/2025). Lomba Sambitan Layangan perdana yang digagas oleh komunitas pemuda desa ini tak hanya menyedot perhatian warga setempat, tetapi juga mengundang nostalgia dan antusiasme masyarakat lintas generasi.
Puluhan peserta dari anak-anak hingga dewasa beradu ketangkasan melempar layangan khas Jawa ini. Diiringi sorak-sorai penonton dan gelak tawa, suasana lomba menjelma jadi hiburan rakyat yang sarat makna kebersamaan.
“Kami ingin pemuda tetap guyub rukun. Lomba ini jadi ajang silaturahmi dan pelestarian budaya,” ujar Sutikno, Ketua Pelaksana Lomba.
Ajang Tradisi, Ajang Silaturahmi
Dipilihnya lokasi di tepi Sungai Ngrowo bukan tanpa alasan. Tempat ini sudah lama menjadi titik kumpul pecinta layangan dari desa-desa sekitar. Dengan sistem knock-out, sebanyak 32 peserta bersaing ketat dalam lomba sambitan layangan—permainan tradisional yang menguji akurasi lemparan dan kecermatan membaca arah angin.
Meski baru pertama kali digelar, kegiatan ini langsung menyedot perhatian. Sutikno menyebut, tingginya animo warga menjadi bukti bahwa permainan tradisional masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat.
“Kami bahkan diminta warga untuk menggelar acara serupa secara rutin. Ini menjadi motivasi besar bagi panitia” ungkapnya.
Hangatkan Ekonomi Warga, Hidupkan UMKM
Tak hanya soal adu layangan, suasana juga diramaikan oleh deretan stan UMKM warga. Makanan ringan, jajanan pasar, hingga minuman tradisional diserbu pengunjung. Area sekitar mendadak berubah menjadi pasar rakyat yang hidup dan bersahabat.
“UMKM jadi ikut tumbuh. Warga bisa berdagang sambil menonton lomba. Ini luar biasa,” tambah Sutikno.
Suara dari Lapangan: Seru, Lucu, dan Nostalgia
Salah satu peserta, Muhammad Sauky, mengaku sangat antusias. Ia merasa seperti kembali ke masa kecil saat bermain layangan di sawah.
“Kini saya main di lomba resmi, rasanya bangga. Seru dan penuh nostalgia,” katanya.
Sementara itu, penonton Muhammad Zaky Ramadhan menyoroti suasana hangat yang jarang ditemukan di kegiatan modern.
“Layangan nyangkut di pohon, penonton malah tepuk tangan dan ketawa bareng. Momen langka seperti ini bikin hati hangat,” ujarnya.
Menuju Festival Budaya Sungai Ngrowo
Sutikno dan panitia berharap lomba ini bisa menjadi agenda tahunan yang melibatkan lebih banyak peserta dari desa lain bahkan antar kabupaten.
Tujuan utamanya: menjadikan Sungai Ngrowo sebagai ikon baru pelestarian budaya dan pusat kegiatan rakyat di Tulungagung.
“Ini bukan soal menang-kalah. Ini tentang kebersamaan, budaya, dan harapan baru bagi generasi muda untuk bangga terhadap tradisinya sendiri,” pungkasnya.
Jurnalis Pandhu
Editor Tanu Metir