![DPD IMO Magetan Rayakan HPN 2025, Bagikan Ratusan Nasi Bungkus](https://harian-news.com/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_2025-02-10-10-16-00-88_6012fa4d4ddec268fc5c7112cbb265e7.jpg)
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Nangkula Park, destinasi wisata buatan di Rongganan, Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung pernah menjadi primadona di tengah keterpurukan sektor pariwisata akibat pandemi COVID-19.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pengunjung mengalami penurunan drastis.
Kepala Desa Kendalbulur, Anang Mustofa, SE, menjelaskan, Nangkula Park pertama kali dibuka pada tahun 2020 dengan konsep taman bunga Celosia. Keberadaannya menarik perhatian masyarakat karena pada saat itu, banyak destinasi wisata besar di kota-kota industri wisata seperti Batu masih ditutup akibat pembatasan pandemi.
Hal ini memberikan kesempatan bagi wisata desa seperti Nangkula Park untuk berkembang dan menarik pengunjung.
Namun, belakangan ini, jumlah wisatawan yang datang semakin berkurang. Menurut Anang, penyebab utama penurunan ini adalah kurangnya inovasi dalam pengelolaan wisata buatan. “Wisata buatan itu harus selalu inovatif. Apalagi, desa ini tidak memiliki potensi alam seperti pegunungan atau pantai, sehingga semuanya harus diciptakan dari nol,” ujarnya.
Setelah tiga tahun berjalan, tanpa adanya pembaruan atau tambahan daya tarik baru, minat pengunjung pun menurun.
Meski begitu, pihak pengelola terus berupaya melakukan evaluasi dan strategi untuk mengembalikan kejayaan Nangkula Park. Anang mengungkapkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, pengelola mengalami stagnasi karena keterbatasan anggaran dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Berbeda dengan sektor swasta yang memiliki sumber pendanaan berkelanjutan, pengembangan wisata desa masih sangat bergantung pada program-program tahunan pemerintah.
Sebagai langkah inovatif, pengelola kini mengubah konsep wisata dengan menggratiskan tiket masuk. Pengunjung hanya dikenakan biaya parkir, sementara fokus utama dialihkan ke sektor kuliner dengan branding “Mami Nangkula” (Makan Minum Nangkula). Selain itu, beberapa wahana permainan anak juga masih dalam tahap pengembangan.
Meski demikian, masih ada kendala lain yang dihadapi, seperti keberlanjutan taman bunga Celosia yang dulu menjadi daya tarik utama bagi wisatawan.
“Dulu orang datang ke sini untuk berfoto di taman bunga, tetapi sekarang perawatannya membutuhkan anggaran besar, bisa mencapai puluhan juta rupiah,” jelas Anang.
Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah terhadap keberlanjutan wisata desa dinilai masih minim.
“Saat ini tidak ada program khusus untuk desa wisata. Tulungagung sendiri belum menjadi kota industri wisata yang menjanjikan, sehingga wisata buatan sulit bertahan tanpa bantuan,” tambahnya.
Salah satu proyek yang diajukan oleh pengelola adalah pembangunan kolam renang, tetapi hingga kini masih menunggu persetujuan dari tingkat provinsi.
Untuk rencana jangka panjang, pengelola telah menyusun master plan yang mencakup pembangunan mini zoo serta kolam renang sebagai daya tarik baru. Dengan konsep ini, diharapkan Nangkula Park dapat berkembang menjadi pusat rekreasi keluarga sekaligus edukasi bagi masyarakat.
Anang berharap masyarakat desa dapat mendukung penuh pengembangan Nangkula Park dan pemerintah daerah turut serta dalam memberikan pendampingan serta dukungan keberlanjutan.
“Wisata desa seperti ini seharusnya mendapat perhatian lebih, agar bisa terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” pungkasnya.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Nangkula Park terus berupaya beradaptasi agar tetap menjadi destinasi wisata favorit di Tulungagung.