
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com — Di tengah hamparan lahan kering Dusun Genting, Desa Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur berdiri sebuah warisan hidup yang terus berdenyut. Namanya Kampung Tembakau — tanah yang seakan punya jiwa, setia memberi nafkah bagi ribuan warganya di musim kemarau.
Cerita ini berawal dari inisiatif Kelompok Tani Makmur yang dikomandoi Endri Cahyono. Ide mengangkat identitas Kampung Tembakau mengemuka pada 2022 saat desa mengikuti lomba bertema serupa.
Namun, denyut tembakau di Kendalbulur sudah ada jauh sebelum itu — warisan yang diturunkan dari leluhur dan tak pernah lekang oleh waktu.
“Kelompok tani tembakau berdiri Februari 2011, tapi tradisi bertanam tembakau sudah ada sebelum saya lahir,” tutur Endri, matanya berbinar mengisahkan sejarah panjang itu.
Kepala Desa Kendalbulur, Anang Mustofa, menegaskan, pilihan menanam tembakau bukan sekadar kebiasaan, melainkan jawaban dari kondisi alam. Lahan kering yang tak ramah padi menjadi rumah ideal bagi varietas unggul Rejeb Gagang Sidi — benih asli Kendalbulur yang kini tercatat resmi di Kementerian Pertanian.
Mayoritas Warga Menyandarkan Hidup Data kelompok tani mencatat, 70–80 persen warga desa menggantungkan hidup pada tembakau. Dari 26 hektare lahan aktif yang dikelola 67 anggota kelompok tani, hingga total 190 hektare area tanam, setiap daun yang menguning menjadi sumber penghidupan.
Tak hanya kaum lelaki, tembakau juga mengulurkan tangan bagi kaum perempuan — mulai dari menanam, merajang, mengeringkan, hingga mengemas. “Pengolahan tembakau butuh banyak tangan. Perempuan jadi tulang punggung di proses pascapanen,” kata Anang.
Endri menambahkan, di musim kemarau, tembakau tetap menjadi komoditas paling menjanjikan.
Bertahan di Tengah Tantangan Iklim Tahun ini, tantangan datang dari langit. BMKG memprediksi kemarau basah yang bisa merusak kualitas daun. Petani pun tak tinggal diam. Mereka mengubah pola tanam dengan teknik bedengan atau guludan, meninggikan lahan agar akar tak tergenang air.
“Kalau kualitas turun, harga jatuh. Tapi dengan pengolahan tepat, tembakau kering Kendalbulur tetap bisa tembus Rp80 ribu/kg, di atas rata-rata daerah lain Rp40–60 ribu,” ujar Anang.
Dukungan dan Regenerasi Petani Pemerintah desa bersama kelompok tani rutin memanfaatkan bantuan alsintan dari pusat, provinsi, dan kabupaten. Tahun ini, program Sekolah Lapang (SL) membidik petani muda agar mau mewarisi kearifan bertani tembakau.
Meski ada dukungan CSR perbankan, Endri mengaku sebagian besar bantuan masih langsung ke individu, belum melalui kelompok.
Mimpi Menjadi Destinasi Eduwisata Sejak dua tahun lalu, Kendalbulur memupuk mimpi menjadikan Kampung Tembakau sebagai destinasi eduwisata. Potensinya tak hanya di tembakau, tetapi juga peternakan dan perikanan.
“Tahun depan kami anggarkan khusus agar eduwisata bisa terwujud,” tegas Anang.
Warisan yang Menolak Padam
Bagi warga Kendalbulur, tembakau adalah darah yang mengalir di nadi desa. Tradisi, teknik budidaya, dan mutu panen menjadi penanda kejayaan.
Dengan dukungan pemerintah, keterampilan petani yang kian terasah, dan langkah menuju wisata edukatif, Kampung Tembakau Kendalbulur siap menatap masa depan — sebagai ikon pertanian sekaligus magnet wisata di Jawa Timur.
Jurnalis: Pandhu
Editor