
Penulis Draken
TULUNGAGUNG, HARIAN-NEWS.com – Mengenang kepahlawanan dan perjuangan Dokter Iskak di pertempuran 10 November 1945, peristiwa bersejarah pertempuran sengit pejuang melawan penjajah Belanda dan sekutunya di Surabaya, yang kini kita kenang sebagai Hari Pahlawan.
Di tengah gejolak itu, muncul sosok tak terduga, seorang dokter yang tidak hanya berperan di garis belakang medis, tetapi juga berjuang di garis depan. Dia adalah Dokter Iskak, putra asli Tulungagung yang lahir pada 19 April 1913.
Dokter Iskak, lahir dari pasangan Moenandar dan Askamah, dibesarkan oleh pamannya, Abdul Moentalib. Di masa kecil, Dr. Iskak membantu pamannya berjualan batik tulis di Jl. Dr Soetomo Tulungagung semasa menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat dan hingga bisa menamatkan pendidikan di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta.
Pada Agustus 1943, perjuangannya untuk menempuh pendidikan membuahkan hasil saat ia diangkat menjadi dokter.
Karirnya di bidang kesehatan tidak selalu mulus. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Dokter Iskak terpanggil untuk berjuang di medan perang melawan agresi militer Belanda.
Ia diamanahkan posisi sebagai Mayor Kesehatan di ABRI, di bawah kepemimpinan Mayor Singgih, berjuang memukul mundur tentara sekutu dari Surabaya.
Setelah pertempuran, Dr. Iskak dipindahkan ke Resimen 16 Kediri sebagai Dokter Wakil Kepala Kesehatan.
Nama Dokter Iskak kini dikenal sebagai nama rumah sakit terbesar di Kabupaten Tulungagung. Ia pernah menjabat sebagai pemimpin keenam rumah sakit tersebut.
Meskipun bukan pendiri atau pemilik, namun karena dedikasi, perjuangan, dan jasa-jasanya, nama Dokter. Iskak diabadikan untuk RSUD Dr. Iskak Tulungagung.
Berita diangkat dari berbagai sumber dan Website RSUD dr. Iskak.